Setelah menjadi perusahaan kebanggaan Jerman yang dinilai telah ikut menyelamatkan perekonomian negara dari krisis keuangan global, perusahaan otomotif Volkswagen atau VW terpukul skandal Dieselgate. Di akhir tahun 2015, nilai pasar VW merosot sampai 46% kemerosotan itu setara dengan kerugian sebesar 45,5 milya US dollar atau 652 triliun rupiah.
Daftar isi
Skandal Dieselgate itu emang gila
sih ya, ga masuk akal dampaknya, strata Strofic. Tapi ternyata pemicunya
sebenarnya sepele. Nah, alasan saya mengulas kasus yang terjadi 8 tahun lalu
ini adalah karena hal sepele yang sama tengah bersemayam di banyak perusahaan
saat ini. Termasuk jangan-jangan di perusahaan Anda emang apa sih Dieselgate
itu? Dan apa pemicu sepele itu? Apa pelajaran yang harus kita petik?
Kisah kita awali dengan melihat
kejayaan volkswagen. Dilanjutnya dengan
mencermati kenapa VW bisa jatuh. Berikutnya kita akan menukik untuk memahami
apa itu diesel gade dilanjut dengan menyika akar masalah yang ada di VW.
Akhirnya seperti biasa kita akan petik pelajaran dibalik kisah ini.
Bagian I | Kejayaan Volkswagen
Volkswagen atau yang lebih
dikenal dengan sebutan VW menutup tahun 2014 dengan tersenyum, mereka berhasil
menjual lebih dari 10 juta unit mobil. Produksinya sukses itu mendorong mereka
meraih posisi sebagai produsen mobil nomor wahid di dunia.
Sukses itu bukan cuman buat mereka,
tapi juga untuk negara mereka. Sebab, sebagai sebuah koporasi besar, sukses VW
dinilai telah membantu Jerman lolos dari krisis keuangan global. Pada 2008 VW
memang pantas disebut sebagai produsen otomotif terkemuka dunia. Produk mereka Jetta
TDI Clean Diesel meraih penghargaan prestisius Green Car The Year di event Los
Angeles Auto Show tahun dua 2008. Dengan demikian, tahun-tahun itu menjadi
puncak kejayaan VW sejak mereka berdiri tahun 1937. Selama itu juga mereka
telah berjuang dan akhirnya berhasil mencapai puncak penguasaan teknologi
otomotif.
Tapi senyuman mereka di tahun 2014
ternyata hanya berkembang sebentar aja. Beberapa bulan kemudian ombak skandal
menerpa mereka. Bahkan tidak lama kemudian ombak itu menjadi gelombang tsunami
yang menerjang dan membuat VW porak-poranda. Apa yang terjadi dan skandal apa
yang menghantam mereka?
Bagian II | Kejatuhan
VolkswagenPada September 2015 badan
Perlindungan Lingkungan AS atau Fundamental Protion Agency menuduh VW telah
berbuat curang. Menurut EPA, VW telah memasang perangkat lunak pada mobil
bermesin diesel mereka. Perangkat lunak itu bisa memanipulasi hasil uji emisi
mesin dieselnya sehingga VW layak disebut sebagai green car. Setelah EPA
menyampaikan tuduhan itu, awalnya VW menyangkal. Namun, kemudian mereka
akhirnya mengakui bahwa perangkat lunak yang dimaksud memang telah dipasang
untuk mempengaruhi hasil uji emisi gas. Setiap mobil mereka pasti lolos uji
emisi gas buang. VW juga mengakui bahwa ada sebelas juta unit mobil VW yang
dipasang perangkat tersebut dan sudah beredar ke berbagai belahan penjuru
dunia. Itulah yang kemudian disebut sebagai dieselGate.
Terbongkarnya skandal ini
berakibat luar biasa bagi AW, tidak sebatas hanya merusak reputasi, melainkan
juga menggerogoti finansial mereka dan menimbulkan berbagai masalah
berkepanjangan. Sejak skandal dieselgate mengemuka. VW langsung mengalokasikan
dana 7,3 miliar US doll sekitar 112 trililiun rupiah dan itu diperlukan untuk
membiayai proses hukum membayar denda dan pembayaran lain yang diperlukan
akibat kebohongan mereka, dan ternyata dana sebesar itu enggak cukup. Sampai
tahun 2020 VW sudah mengeluarkan biaya 35 milar US Dollar setara 537 triliun rupiah dan konon jumlah itu pun
diperkirakan akan terus bertambah.
Sebetulnya bukan hanya perusahaan
yang kena dampaknya ya para pemegang saham juga harus merasakan akibatnya.
Sebab, dalam dua bulan pertama sejak skandal terungkap, nilai pasar VW merosot
sampai 40 persen. Kemeosotan itu setara dengan kerugian sebesar 42,5 miliar US
Dollar atau 652 triliun rupiah.
Sekarang indeks DAX Jerman dan Sp5
sudah pulih. Tapi harga saham VW belum balik ke posisi semula. Nilainya masih
mandet di posisi 35 persen dibawah harga sebelumnya. Begitu juga dengan nilai
brand sebelum skandal VW adalah brand berharga yang posisinya berada di
peringkat ke-18 dunia. 5 tahun kemudian posisi itu melorot ke peringkat dua
puluh lima dan belum beranjak sampai sekarang.
Sekalili tiga uang dengan para
pemegang saham, para dealer juga ikut merugi. Untuk para dealer di AS. VW telah
membayar kompensasi sebesar 1,2 milyar US Dollar. Diduga kompensasi itu belum
cukup memadai karena kerugian sesungguhnya belum benar-benar bisa dihitung.
Begitu juga kerugian yang dialami oleh ribuan dealer lain di seluruh dunia.
Pihak berikutnya yang terdampak
ya, tentu Anda sudah bisa tebak ya ya para karyawan. Pada tahun 2016 VW
mengumumkan bahwa mereka akan memberhentikan 30.000 karyawan di seluruh dunia.
Terakhir, yang terdampak adalah Jerman Aib Dizelgate ikut merusak reputasi
Jerman sebagai negara produsen otomotif kelas dunia. Image kehebatan Jerman
menguasai teknkologi otomotif ikut tercoreng. Pertanyaan yang terbesar adalah
kenapa dieselgate bisa sampai terjadi? Dan ternyata semuanya berawal dari tahun
2007 ketika pucuk pimpinan VW berganti.
Bagian III | Skandal Dieselgate
Pada tahun 2007 CEO VW Bernd Pischetsrieder
digantikan oleh Martin Wintercorn. Nah, sebagai CEO yang baru. Wintercon punya
ambisi besar dia ingin melipatgandakan angka penjualan VW di Amerika Serikat.
Dia ingin di sana VW bisa mengalahkan Toyota dan juga General Motor, ambisi itu
mulai diwujudkan dengan gagasan menciptakan mobil bermesin diesel. Selain hemat
bahan bakar, performa mobil ini juga harus luar biasa. Bagi Wolfgang Hatz
Manager teknisi VW. Pada saat itu, sebenarnya gagasan Wintercom nggak realistis.
Sebab, seperti kita tahu, mesin diesel menghasilkan nitrogen oksida yang lebih
banyak daripada mesin bensin. Padahal, pemerintah AS sangat ketat dalam hal
standar lingkungan.
Kontradiksi itu tidak menghalangi
ambisi Wintercorn. Dia terus mendesak HUTS untuk mencari solusinya. Dan
akhirnya HUTS bersama timnya berhasil merancang sebuah software yang membuat
mobil dieselvew bisa lulus uji emisi di Amerika Serikat. Cara kerja software
itu sebenarnya sangat sederhana, jadi dia bisa tahu kalau mobilnya mau diuji
emisi. Nah, sewaktu mobil itu berada di ruang uji emisi, software akan
memerintahkan sistem kontrol emisi untuk berhenti berfungsi. Jadi, sewaktu
mobil kembali ke jalanan, software mengembalikan fungsi kontrol emisi tersebut.
Jadi ya waktu pas diuji, mobil bisa lolos. Tapi pas balik lagi ke jalanan,
sebagaimana mobil diesel biasa. VW ya, tetap mengeluarkan nitrogen oksida.
Bahkan kadarnya 40 kali lipat dari batas yang diperbolehkan.
Jelas itu kecurangan ya? Bahkan
mungkin penipuan.
Nah selama hampir 10 tahun
kecurangan itu nggak tercium. Baru kemudian terendus di tahun 2013. Ketika itu
ada pihak-pihak yang penasaran. Mereka adalah lembaga nirlaba internasional
Universitas Wes Viriginia dan regulator lingkungan di california.
Mereka membongkar dan memeriksa
mesin mobil diesel yang beredar di pasaran. Mereka bandingkan emisi dan
konsumsi bahan bakar di mobil-mobil itu, termasuk VW di jalanan dan juga di
laboratorium. Nah, dari situlah terungkap perangkat lunak curang mobil VW 2
tahun kemudian, kecurangan itu dilaporkan ke Badan Perlindungan Lingkungan
Amerika AS. Awalnya. VW menyangkal mereka nggak mau ngaku. Walaupun pada
akhirnya mereka terbuka juga dan mengakui tentang fungsi software tersebut.
Sebuah investigasi yang kemudian
dilakukan mengungkap bahwa ada 11 juta mobil VW yang beredar di berbagai negara
yang menggunakan software manipulatif tersebut. Nah, entah malu atau memang mau
bertanggung jawab, akhirnya Wintercorn mengundurkan diri. Tapi lucunya, dia
masih aja bisa berkilah. Saya enggak menyadari bahwa saya telah melakukan
kesalahan itu, katanya. Ya, oke kita abaikan pernyataan Intercon. Kita lebih
tertarik untuk mengetahui kok bisa perusahaan sekelas VW melakukan penipuan
situasi seperti apa yang ada di dalam perusahaan sehingga nilai-nilai kejujuran
luntur dengan mudahnya.
Bagian IV | Gaya Kepemimpinan Turun Temurun
Martin Winter Corn dikenal
sebagai pemimpin yang eksentrik, perfeksionis, dan obsesif terhadap detail.
Seorang manajer VW mengatakan begini, “selalu ada jarak, rasa takut, dan
hormat. Ketika dia hadir atau Anda harus bertemu dengannya, tekanan darah Anda
langsung naik. Jika ada membawa berita buruk, suasana bisa menjadi sangat
menegangkan diiringi teriakan dan hinaan.”
Winter Con memang dikenal suka
merendahkan bawahan di depan umum. Konon, dia pernah memarahi insinyur
gara-gara cat yang dipakai untuk mobil kurang dari satu mm dari spesifikasinya,
ia juga pernah marah di frankfd Motorso 2011 gara-garanya, dia melihat Hyundai
sudah bisa merancang setir mobil yang bisa disetel dari kursi pengemudi tanpa
bersuara. Lalu, dia pernah membentak dan menyalahkan Close Beshoff, kepala
Departemen Design. Dia kecewa karena pesaingnya sudah bisa menghilangkan suara
klik yang dianggapnya memang mengganggu. Nah, yang membuat karyawan nggak nyaman
adalah karena Winter Corn juga memanfaatkan kekuasaan untuk mendesak mereka
mencapai target sesuai jadwal. Menurutnya, karyawan nggak akan bisa mencapai
target kalau enggak diancam.
Dia lupa bahwa cara seperti itu
enggak bisa sepenuhnya diandalkan untuk memacu kreativitas dan inovasi. Nah,
gaya kepemimpinan Wintercorn ternyata menular ke para pimpinan lainnya dan karena
itulah kemudian di Volkswagen terbentuk
lingkungan kerja yang membuat para bawahan takut untuk membantah atasan dan
juga takut untuk mengakui kegagalan. Seorang mantan peserta pelatihan.
Manajemen menyimpulkan dengan mengatakan “VW memiliki budaya yang khusus,
rasanya seperti hidup di Korea Utara, tapi tanpa camp. Kerja paksa Anda harus
patuh.”
Ternyata situasi itu ga muncul
tiba-tiba ada sejarahnya Wintercoon belajar dari pendahulunya. Ferdinand Peuf
be belajar dari kakeknya. Ferdinand Porch, pencita VB Betle atau VW Kodok.
Forst terinspirasi dari Henry For ketika dia mengunjungi Public Fort di River
Rose di Troitd pada tahun seribu sembilan ratus tiga puluh an.
Zaman itu adalah masa kejayaan
industri manufaktur. Di masa itu, rasa takut dan intimidasi dipandang sebagai
teknik manajement yang efektif untuk mendorong pekerja bekerja dengan lebih
cepat dan tepat. Apalagi, pendekatan berbasis ancaman pada saat itu terbukti
berhasil memangkas waktu produksi mobil dari 12 jam menjadi hanya tiga jam
saja. Nah, pendekatan itulah yang kemudian diterapkan Porch di Jerman. Jadi,
sebenarnya Wintercon cuma nerusin kebiasaan yang ada aja di VW ya. Cuma dia
lupa bahwa zaman udah berubah, industri otomotif semakin banyak terotomasi.
Metode otoriter nggak lagi relevan. Pekerja harus lebih banyak berkolaborasi,
membuat keputusan cepat dan belajar secara terus menerus.
Maka sebetulnya ga fair juga sih
ya kalau semua kesalahan dilimpahkan ke Wintercorn Sebab “ada kontribusi
struktur perusahaan juga yang mempengaruhi terbentuknya budaya kerja di VW.”
Begitu menurut Ferdinand Duden Hover, ahli otomotif dan profesor di Universitas
Duwisberrg Assen.
Manajemen di VW memang berbeda
dari produsen mobil Jerman lainnya. Di perusahaan lain, dewan pengawas bisa
mengendalikan CEO. Tapi di VW, seperempat dari kursi manajemen diduduki
keluarga Porch.
Dua kursi lainnya diisi politisi
lokal dan dua lainnya diduduki perwakilan pusat Investasi dari Qatar pengawasan
jadi nggak efektif. Struktur organisasi yang tertutup dan penuh nepotisme itu
dapat merusak budaya perusahaan dan meredam inovasi. Dominasi keluarga pendiri
di puncak manajemen VW dan kurangnya fungsi dewan pengawas telah menciptakan
lingkungan kerja yang kurang mendukung meditokrasi dan dialog yang terbuka.
Akibatnya, ide-ide yang inovatif ga bisa muncul. Tekanan mengejar target yang
ga realistis tanpa disertai ruang dialog hanya akan menciptakan budaya kerja
yang penuh ketakutan dan kepatuhan buta budaya kerja itulah yang memicu
terjadinya skandal dieselgate.
Budaya kerja yang sudah terbentuk
tahunan itu sulit untuk diubah, bahkan masih tetap sulit setelah dipukul sama
Diesul GA. Mattias Mullr yang menggantikan Wintercorn sejak tahun 2015 mengakui
hal itu. Dia menghadapi tantangan besar dari tim manajemen yang menentang
inisiatifnya walaupun sudah berusaha menciptakan lingkungan kerja yang lebih
bertanggung jawab dan juga transparan, tapi manajemen malah melawan sepertinya
mereka sudah merasa nyaman dengan gaya kepemimpinan lama mereka.
Bagian V | Lesson Learned
Dari skandal dieselgate VW kita
bisa mengambil beberapa pelajaran penting. Yang pertama, di dalam bisnis selalu
ada pemimpin yang hanya mau mendengar kabar baik. Winter coon adalah
diantaranya. Dia telah membuat bawahan merasa lebih aman dengan berbohong
daripada menyampaikan kebenaran. Apalagi kalau kebenaran itu merupakan kabar
buruk. Yang kedua, memang penting menetapkan standar tinggi di dalam usaha meraih
sukses, tapi itu harus diimbangi dengan keamanan psikologis atas kegagalan.
Karena ketika karyawan merasa
terpojok oleh target yang ga realistis dan pada saat yang sama tidak diberi
ruang untuk gagal, maka mereka akan cenderung mengambil jalan pintas. Itulah
yang dilakukan para insinyur VW ketika memanipulasi uji emisi.
Yang ketiga, mengakui kegagalan
kecil di awal itu bisa membantu mengurangi dampak kegagalan besar di masa yang
akan datang. Jika aja VW lebih cepat, ya mengenali dan mengakui bahwa mereka
tidak bisa memenuhi standar emisi AS. Mungkin mereka bisa cari solusi lain yang
lebih etis dan legal dan bekerja dengan baik. Sebagai pemimpin, kita bisa
mencegah supaya kesalahan yang sama tidak terulang. Untuk itu, kita bisa
memulainya dengan menciptakan keamanan psikologis di dalam tim kita atau
perusahaan kita. Tentukan ekspektasi dan tujuan yang jelas sejak awal,
terbukalah pada setiap kritik dan pandangan yang berbeda.
Itu akan jadi bagian dari proses
belajar untuk menjadi lebih baik, ciptakanlah ruang yang kondusif bagi hadirnya
ide-ide baru dengarkan semua pihak dengan empati, tanyakan pandangan mereka
dan berikan perhatian yang sama pada setiap suara, dengan begitu setiap orang
akan merasa nyaman untuk menyampaikan kebenaran yang mereka yakini. Bukan cuma
bisa menyampaikan pendapat, asal Bapak senang.
Semoga bermanfaat.