Populasi manusia kian padat.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, data menunjukkan angka kelahiran yang
menurun. Pada tahun 1950 secara global jumlah populasi manusia dua koma
miliar orang. Empat dekade berikutnya, angka ini meningkat dua kali lipat.
Diperkirakan jumlah ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2080, yakni sekitar
10 miliar. Tingkat kelahiran global saat ini berada di angka 2,3 yang berarti
seorang perempuan melahirkan rata-rata lebih dari 2 anak. Di Afrika, angka
kelahiran lebih dari 4 anak per perempuan. Sementara di Australia, Amerika
Latin, dan Asia rata-rata sekitar 2 anak. Amerika Utara dan Eropa memiliki
tingkat kesuburan terendah.
Hal serupa juga terjadi di
Indonesia, selama satu dekade terakhir, angka kelahiran juga terus menurun.
Pada tahun 2010, rasio angka kelahiran adalah 2,49 dan tahun 2020 berada di
angka 2,1. Ini berarti di Indonesia perempuan melahirkan rata-rata dua anak
selama masa hidupnya. Fakta ini diperkuat oleh data dari Badan Pusat Statistik.
Laju pertumbuhan di Indonesia terus melambat tiap tahunnya. Angka terendah
yakni satu koma 1,13 persen tercatat pada tahun 2023. Jika pertumbuhan penduduk
melambat, bukan tak mungkin Indonesia akan dibanjiri gelombang penduduk usia
tua yang tak produktif. Tak hanya Indonesia, banyak negara Asia lain yang juga
mengalami tingkat kelahiran rendah, di antararanya Korea Selatan, Jepang, dan
China. Pada tahun 2015 China menghapus kebijakan satu anak. Namun, pasangan di
China tidak lagi tertarik untuk memiliki keluarga besar, saat ini China
memiliki sekitar 1,4 miliar penduduk.
Jika populasi di China menurun
lebih cepat dari yang diperkirakan China akan menghadapi krisis tenaga kerja
yang berimbas pada pertumbuhan ekonomi yang anjlok. Namun, banyak pasangan muda
tetap memilih untuk tidak memiliki anak karena alasan keuangan.
Kondisi yang sama juga terjadi di
Indonesia, pada tahun 2023, tercatat setidaknya ada 1,5 juta perkawinan yang
dilaporkan. Angka ini jadi yang terendah dalam 10 tahun terakhir.
Selain faktor ekonomi yang jadi
pertimbangan orang enggan menikah atau punya anak adalah faktor masalah
lingkungan dan perubahan iklim. Banyak anak muda kini yang aktif dalam gerakan Childfree
atau tanpa anak.
Tidak memiliki anak karena alasan
ekologis adalah pilihan yang radikal, hal ini dapat menguntungkan lingkungan,
tetapi juga akan menimbulkan tantangan baru bagi pertumbuhan. Namun, penurunan
populasi juga dapat membuat hidup lebih mudah bagi generasi mendatang karena
lebih sedikit orang berarti lebih sedikit pula persaingan.
Dan yang tak kalah penting,
planet bumi juga bisa mendapatkan keuntungan dari berkurangan jumlah manusia,
mengingat manusia sudah menghabiskan sumber daya alam hingga tingkat yang
mengkhawatirkan sebuah tantangan sekaligus juga sebuah peluang.