Apple ternyata cuma mau investasi
di Indonesia senilai 1,6 triliun rupiah dan itu pun berupa pembangunan Apple
Developer Academy. Nilai investasi itu jauh lebih kecil dari investasi Apple di
Vietnam yang sekarang ini sudah mencapai 256 triliun rupiah. Kenapa Indonesia
kalah dari Vietnam? Apa yang membuat Vietnam begitu seksi untuk Apple? Yuk,
kita cari tau.
Daftar isi
Harapan Tipis Indonesia
Pertengahan April lalu CEO Apple
Tem Cook berkunjung ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden Joko Widodo.
Mereka membahas peluang investasi Apple di Indonesia, terutama memperluas
pengembangan Apple Developer Academy di wilayah timur Indonesia, seperti Makassar
dan juga Ibukota Nusantara. Presiden juga berharap Apple mau berinvestasi pada
kegiatan selain Academy. Selepas pertemuan itu, Tim Cook mengakui bahwa kami
berbicara tentang keinginan Presiden melihat ada manufaktur produk Apple di
negara ini dan hal itu adalah sesuatu yang kami akan pertimbangkan. Dia
mengakui “kemampuan dan daya tarik investasi di Indonesia memang besar dan
Indonesia adalah lokasi yang sangat potensial.”
Selama ini Apple memang belum
berinvestasi di sektor manufaktur. Mereka hanya membuka Apple Developer Academy
di Tangerang Selatan, Batam, dan Surabaya, serta berencana membuka yang keempat
di Bali. Itu sebabnya. Presiden berharap Apple bisa mengembangkan kegiatan lain
seperti yang dikatakan Menteri Perindustrian Agus Gumiwa.
“Misalnya Apple mendirikan pusat
inovasi, berkolaborasi dengan universitas lokal, serta membangun fasilitas
manufaktur.” Kelihatannya pemerintah sangat-sang serius memberikan usulan,
sampai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar
Panjaitan berjanji bahwa “Indonesia siap memberikan insentif yang jauh lebih
menarik dibandingkan yang ditawarkan oleh Thailand atau India, asalkan Apple
mau berinvestasi lebih besar di Tanah Air. Pemerintah akan mempelajari dan
kalau perlu mengadopsi insentif yang telah diberikan kedua negara tersebut,
terutama insentif dalam hal pembebasan pajak impor bahan baku, produksi.”
Wajar sih kalau pemerintah gigih
membujuk Apple berinvestasi sini karena faktanya investasi apel di Indonesia
baru sekitar 1,6 triliun rupiah, jauh lebih kecil dari Singapura yang mencapai 4
triliun rupiah. Bahkan jomplang sekali kalau dibandingkan dengan Vietnam karena
investasi Apple di sana sudah bernilai 256 triliun rupiah.
Daya Pikat Vietnam
Apa sih yang membuat Vietnam lebih
menarik bagi Apple? Ternyata ada beberapa faktor penyebabnya menurut Direktur Eksekutive
Center of Economic and Law Studies Bima Yudstira, pertama, karena Vietnam punya
tenaga-tenaga kerja dengan keahlian vokasional yang lebih memadai untuk
industri manufaktor teknologi informasi. Yang kedua, secara geografis mereka
dekat dengan China. Dan yang ketiga. Vietnam menjadi alternatif strategis untuk
produksi manufaktur produk teknologi informasi setelah terjadi perang dagang
antara Amerika dan China.
Selain itu, dalam beberapa tahun
terakhir Vietnam banyak membuat perjanjian bilateral dan multilateral yang
efektif, termasuk dengan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.
Perjanjian-pejanjian itu membuat Vietnam mendapatkan keuntungan berupa
pembebasan biaya masuk dari beberapa negara tujuan ekspornya. Vietnam juga
lebih fokus membangun infrastruktur, logistik, dan manufaktur. Fokus itu
membuat Vietnam menarik bagi investor seperti Apple. Bima mengatakan,
kontribusi sektor industri manufaktur terhadap produk domestik bruto Vietnam
mencapai sekitar 23%. Sedangkan Indonesia hanya sekitar 18% saja.
Realitas itulah yang membuat kita
jadi maklum kenapa Timm Cook lebih mendahulukan berkunjung ke Vietnam. Di sana,
dia bertemu dengan Perdana Menteri Vietnam Pum Min Sne serta berbagai
pengembang aplikasi dan komunitas lokal. Disitu, tim Cok menyatakan bahwa Apple
akan meningkatkan investasinya di Vietnam. Data IDC yang dikutip CNBC
mengungkap bahwa Apple sudah menjadi vendor smartphone terbesar ketiga di
Vietnam setelah Oppo dan Samsung. Ini pertanda bahwa Vietnam memang memiliki
kedudukan penting dalam strategi diversifikasi manufaktur Apple. Apalagi
setelah pada tahun 2022 ada pembatasan covid-19 yang ketat di tiongkok.
Begitu juga setelah terjadinya
kerusuhan pekerja di pabrik Foxscon yang mengganggu produksi Foxcon sebagai
prakit utama iphone, waktu itu menurut Bank of America. Apple sampai merugi
sekitar 1 milyar US dollar per minggunya dan kekurangan sekitar 6 juta unit
Iphone.
Sejak itulah kemudian Apple
memperluas rantai pasokannya ke negara-negara Asia Tenggara dan Vietnam
terpilih menjadi destinasi investasi manufaktur. Berbagai koporasi
multinasional seperti berlomba, berinvestasi ke negeri itu, bahkan beberapa
diantaranya menjadikan Vietnam sebagai pusat penting untuk penelitian dan
pengembangan produk-produk mereka.
Pada tahun 2021, Vietnam sudah
menjadi produsen smartphone terbesar ke 7 di dunia dengan menghasilkan 233,7 juta
unit, termasuk diantaranya 60 % produksi Samsung global. Kemudian, seperti yang
dilaporkan Nike Asia. Desember tahun lalu Apple mengalihkan produksi ipad,
macbook, dan Apple Watch ke Vietnam. Semua itu menunjukkan bahwa negeri komunis
di Asia Tenggara itu sudah berperan dalam operasi produksi global dan
menjadikan dirinya destinasi baru, investasi manufaktur.
Mengulik Alasan Apple
Kita patut prihatin karena
Indonesia tidak terpilih sebagai basis produksi baru, tidak satupun dari
puluhan pabrik yang direlokasi dari Tiongkok kemudian memilih Indonesia sebagai
lokasi baru. Sebagian besar memilih Vietnam atau Malaysia seperti yang
dilakukan oleh Tesla. Kenapa Vietnam bisa mencapai posisi seperti itu,
sedangkan Indonesia enggak.? Padahal Presiden Jokowi getol banget mendekati
para pemimpin koporasi multi nasional besar. Indonesia juga terus berbenah dan
sudah banyak investor yang berkomitmen berinvestasi di kawasan-kawasan industri
baru.
Sebetulnya kalau kita telaah
lebih dalam, semua harapan itu bisa terwujud. Asalkan sejak awal kita
betul-betul serius memperbaiki kelemahan-kelemahan yang mendasar.
Dalam hal ini Bima Yudistira
misalnya, menyoroti kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri atau TKDN sebesar 35%
untuk handphone, komputer, dan tablet. Peraturan itu diberlakukan Kementerian
Komunikasi dan Informatika sejak tahun 2021 dan sudah beberapa kali diubah
sejak digalakkan di tahun 2015, dengan skema terakhir meliputi perangkat keras,
perangkat lunak, dan skema investasi. Dalam motek peraturan tersebut. Apple
kemudian lebih memilih skema investasi berupa pembangunan Apple Developer
Academy. Namun, pendirian lembaga seperti itu, menurut Bima tidak cukup untuk
meningkatkan kapasitas industri manufaktur di Indonesia.
Nah, sialnya, seperti yang dikatakan Bima, apa yang dilakukan oleh Apple sering ditiru perusahaan teknologi informasi asing lainnya dengan membuat program pelatihan keterampilan yang enggak berkorelasi dengan TKDN manufaktur. Jadi bisa ditafsirkan bahwa dampak kebijakan TKDN masih minim terhadap peningkatan manufatur lokal. Karena itulah, maka bisa dipahami kalau Yubianto dari ICDC mengkritik kebijakan TKDN ponsel. Menurutnya, kebijakan itu merugikan merek lokal Indonesia karena pabrik-pabrik perakitan di Indonesia gagal menghasilkan merek lokal atau mendukung lahirnya talenta-talenta muda dalam pembuatan ponsel indonesia.
Rantai Pasok Indonesia
Ada faktor lain yang mempengaruhi
tidak diliriknya negeri kita sebagai destinasi investasi manufaktor. Diantaranya,
seperti yang diungkapkan Ahmad Heri Firdaus Ekonomi Indef bahwa investor
biasanya memilih negara yang dekat dengan pasar besar atau sumber bahan baku.
Contohnya India yang bisa menjadi destinasi investasi ponsel pintar yang
populer karena ukuran pasarnya yang besar. Selain itu, Indonesia harus
meningkatkan keterlibatannya dalam rantai pasok nilai global Global Value Chain
atau JVC, khususnya di sektor ponsel pintar dan teknologi. Saat ini lebih dari 25%
pekerjaan di wilayah ASEAN terkait dengan GVC dan produk elektronik menyumbang
lebih dari seperempat ekspor asean.
Sejak tahun 2000 Vietnam.
Thailand. Kamboja, dan Laos sudah menunjukkan kemajuan yang signifikan.
Sedangkan Indonesia tergolong stagnan karena membangun rantai pasok global
memang ga mudah untuk memiliki rantai pasok industri manufaktur yang matang.
Vietnam aja butuh waktu 15 sampai 20 tahun dan China bahkan 30 tahun. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang
mengingatkan, “siapapun yang baru mulai membangun rantai pasok akan butuh
waktu, tetapi itu bukan berarti tidak mungkin.”
Jadi Indonesia masih kesulitan
menembus rantai pasok nilai global. Meskipun investasi perusahaan multinasional
di sektor elektronik sudah berlangsung sejak tahun 1980 an.
Sayangnya orientasi produksi
elektronik kita lebih difokuskan pada pasar domestik daripada ekspor. Ini
membuat industri komponen lokal jadi tidak berkembang dan sangat bergantung
pada komponen impor.
Tidak kuatnya industri komponen
lokal membuat Indonesia tertinggal dalam integrasi rantai pasok global. Itu
sebabnya. Naluhuda. Diretor ekonomi Digital de Center of Economic and Low studys,
“Saya meragukan kemungkinan Apple akan membuka pabrik di Indonesia. Sebab,
perusahaan seperti Apele pasti mempertimbangkan banyak aspek, seperti kesiapan
teknologi, inovasi, dan juga sumber daya manusia.” Nah, dalam hal-hal seperti
itulah Indonesia tertinggal dari Vietnam. Nailul mengutip catatan Global
Invation Indeks yang menyebutkan bahwa Indonesia jauh tertinggal dibandingkan
Vietnam. Malaysia, Thailand, dan juga Singapura. Nahilul kemudian menyimpulkan,
itu sebabnya bagi perusahaan teknologi Vietnam menjadi pilihan yang lebih
menarik.
Vietnam sudah lebih terintegrasi
dengan global supply chain. Ditambah lagi, regulasi di Vietnam dianggap lebih
siap.
Iklim Investasi Indonesia
Faktor penghalang lain
diungkapkan Teuku Riefky, peneliti makrokonomi di Lembaga Penyelidikan Ekonomi
dan Masyarakat atau LBEM Universitas Indonesia. Dia menyoroti berbagai
tantangan seperti “Ketidakpastian kebijakan yang tinggi, penegakan hukum dan
pemberantasan korupsi yang medioker, serta produktivitas tenaga kerja yang
masih rendah.”
Sedangkan bagi Andri Satrio
Nugroho dari Indef “akses ke infrastruktur dan logistik juga menjadi kendala
mengingat wilayah Indonesia terdiri dari tujuh belas koma nol pulau, ini
berdampak pada arus ekspor dan impor serta pergerakan barang domestik.”
Pada indeks kinerja Logistik Bank
Dunia tahun 2023. Indonesia menempati posisi ke-63 dari 139 negara, turun 17
peringkat dari tahun sebelumnya. Biaya logistik di Indonesia mencapai 14,29% dari
PDB pada tahun 2023. Meski menunjukkan perbaikan dari 23,8% pada 5 tahun
sebelumnya, tetapi masih jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia yang hanya 13%.
Sementara itu. Organisasi Kerja Samama dan Pembangunan Ekonomi OICD mencatat.
Indonesia berada di peringkat ke4 sebagai negara dengan iklim investasi asing
yang paling tertutup di dunia setelah Libya, Palestina, dan filipina.
Berdasarkan kelemahan dan
hambatan seperti itu, maka kita bisa maklum, ketika Indonesia dipandang belum
ideal sebagai lokasi pabrik. APPLE lebih memposisikan Indonesia sebagai pasar
produk dan pusat pelatihan pengembangan aplikasi. Karena faktanya Indonesia
adalah negara dengan jumlah pengguna ponsel pintar yang banyak. Laporan We
Social dan Meltwater mengungkapkan bahwa pada Januari 2024 ada 353,3 juta nomor
seluler aktif padahal populasi negeri ini cuman 278,7 juta jiwa.
Itu pula yang membuat kita bisa
sependapat dengan Andre Satrio Nugroho. Kepala Pusat Kajian Industri.
Perdagangan, dan Investasi di Institute for Develoment and Ecomics and Finance
INDE. Dia mengatakan, tujuan utama Tim Cook ke Indonesia adalah agar
produk-produk Apple bisa terpasarkan di Indonesia dengan dukungan kepastian
pemerintah. Apple berusaha mengamankan pasar Indonesia dan memenuhi syarat
TKDN. Ada benarnya sih yang dikatakan oleh Andri? Sebab, Tim COK sendiri hanya
menyatakan akan mempertimbangkan usulan untuk membangun fasilitas produksi di
Indonesia. Itu sebabnya juga Krisna Gupta, peneliti di Center FO Indonesian Policy
Studies, berpendapat bahwa “Lebih masuk akal bagi Apple untuk mengembangkan
talenta pengembang aplikasi di Indonesia daripada merakit produk di sini.”
Krisan menyimpulkan. “Saya tidak
melihat Regenc mereka untuk berinvestasi merakit produk di sini. Sebab satu
pabrik di Vietnam mungkin sudah cukup untuk melayani pasar ASEAN.”
Harapan Dari Microsoft
Ketika berbicara tentang
kemajuan, kita sering optimis mampu melangkah lebih jauh dalam kancah global.
Sayangnya, langkah-langkah itu seringkali terhambat, kebijakan yang tidak
terencana dan inisiatif yang terputus-putus. Semangat untuk bersaing di tingkat
global membara. Namun kenyataannya kita masih terjebak dalam kebingungan akibat
kurangnya kesinambungan dan fokus dalam kebijakan yang diterapkan.
Indonesia 2045 harus menjadi
rencana yang terpahat dalam kebijakan konkrit dijalankan dengan ketekunan dan
visi yang jelas. Jangan sampai negeri kita hanya menjadi pasar besar. Kita
harus menjadi pemain kunci dalam rantai pasok global. Oleh karena itu, perubahan
perlu dimulai dari dalam. Dari cara kita merumuskan kebijakan hingga eksekusi
di lapangan. Kita harus bisa menawarkan lebih dari sekedar insentif, melainkan
adanya fondasi yang kuat untuk inovasi dan industri berkelanjutkan.
Sudah saatnya Indonesia tidak
lagi sekedar menjadi tempat bagi akademi developer, melainkan menjadi pusat
produksi dan inovasi. Harapan untuk masa depan Indonesia kembali mencuat
setelah SEO Microsoft Setan Adilla juga berkunjung ke Indonesia akhir April,
lalu.
Mereka berencana berinvestasi
sebesar 1,7 miliar U$ atau sekitar 27,6
Triliun rupiah untuk mengembangkan AI dan cloud di Indonesia. Investasi ini
juga bertujuan menciptakan delapan ratus empat puluh koma nol talenta digital specialis
AI di Indonesia. Datangnya investasi besar dari Microsoft membuka peluang
kemajuan teknologi dan sumber daya manusia negeri ini. Semoga investasi ini
menjadi langkah awal bagi transformasi digital yang berkelanjutan dan
menciptakan ekosistem inovasi yang mampu bahwa kita bersaing di kacah global.
Kedepan, kita harus bersatu mendukung kebijakan yang konsisten dan fokus agar
Indonesia bukan hanya menjadi pasar, melainkan menjadi pemimpin dalam inovasi
dan teknologi.
Dr. Indrawan Nugroho