Saat ini brand-brand global seperti KFC, mcdonald, dan Starbuck sedang dilawan di Tiongkok oleh brand-brand lokal yang tengah bangkit di sana. Ada banyak taktik dan kekuatan yang mereka gunakan sebagai senjata. KFC, mcdonald, dan Starbuck jadi bergeming. Menariknya, banyak dintara taktik dan kekuatan yang mereka gunakan itu merupakan sesuatu yang jarang dipertimbangkan oleh pengusaha kita. Maka yuk kita telusuri kisah perlawanan mereka dan kita kupas strategi yang mereka gunakan.
Daftar isi
BAB I | Serangan
Fast Food Barat
Deng Xiaoping adalah pemimpin Republik Rakyat
Tiongkok yang bereformasi ekonomi negerinya dengan membuka diri pada investasi
asing. Sejak itu, berdatanglah investasi asing menggarap berbagai sektor bisnis
termasuk sektor bisnis fast Food diawali oleh KFC yang membuka gerai pertamanya
di Beijing pada tahun 1987, disusul mcdonalds di tahun 1990 dengan gerai
pertamanya di Snzon. Reformasi itu sukses mendorong pesatnya pertumbuhan
ekonomi Tiongkok dan ikut memacu naiknya pendapatan per kapita masyarakatnya.
Mereka juga mulai tertarik pada gaya hidup Barat, sehingga tidak heran kalau
bisnis fastfood tumbuh pesat.
Kini di Tiongkok jumlah gerai KFC sudah
mencapai 10.000 yang artinya dua kali lebih banyak dari jumlah gerai di Amerika
sendiri. Bahkan pada tahun 2016, KFC Tiongkok sudah memisahkan diri dari
perusahaan induknya yang kemudian dikelola oleh YUM China. Berikutnya ada
Starbucks yang juga sangat berkembang sampai punya 7000 kedai kopi serta
mcdonalds yang memiliki 6000 restoran di seluruh negeri. Mereka punya modal
besar dan reputasi internasional sehingga mampu mendominasi pasar fastfood di
Tiongkok. Sukses itu memang tidak terlepas juga dari gaya hidup modern yang
mereka bawa dan tularkan serta menarik bagi warga Tiongkok.
BAB II |
Barand Lokal Melawan Balik
Akhir-akhhir ini brand-brand global itu mulai
dilawan oleh brand-brand lokal yang mulai bangkit. Diantaranya Tastien yang
menawarkan hamburger isian khas China seperti bebek pecking dan Mapo Tofu.
Dalam 6 bulan terakhir, mereka sudah menambah 1600 gerai baru sehingga seluruh
gerainya mencapai 7000 gerai. Merk burger lokal lainnya adalah Wales yang sudah
punya 20000 gerai di seluruh daratan Tiongkok.
Yang mirip dengan KVC adalah Dicos karena
terkenal dengan ayam goreng dan nasi gorengnya. Mereka sudah punya 2000 gerai,
sedangkan penantang Starbucks adalah Cotty dengan 6000 gerai dan mentargetkan
jadi 20000 gerai pada akhir tahun 2025. Pemain lama adalah bisnis kopi
Tiongkok, yaitu Luckin juga telah membuka 8000 gerai baru pada tahun 2023.
Sementara itu Mixue yang menjual bubble tea sekarang sudah punya 36000 gerai.
Tidak hanya tumbuh di negerinya karena mereka
sekarang sudah merambah berbagai negeri setelah banyak investor luar yang
tertarik. Hasilnya Mixue sukses merap keuntungan besi sebesar 2,5 miliar yuan
atau sekitar 350 juta US Dollar dalam 9 bulan pertama pada tahun 2023.
Sedangkan pesaing sesama penjual teh lainnya, yaitu Cabaidau berhasil
mengumpulkan 330 juta US dollar. Lalu ada Chagee yang juga menjual teh dan
dikabarkan sedang persiapan IPO di Amerika Serikat.
Kebangkitan brand-brand lokal Tiongkok menunjukkan bahwa minat konsumen lokal terhadap merek-merek asing mulai berkurang dan sekaligus mengikis dominasi brand-brand fastfood global. Akibatnya, pada kuartal pertama tahun ini, penjualan starbuck di Tiongkok turun 8%. Begitupun YAM China yang menaungi KFC dan PizzaHut juga mengalami penurunan sampai 3%.
BAB III |
Strategi Brand Fast Food China
Mengapa merek lokal makanan siap saji di
Tiongkok bisa populer dan tumbuh dengan cepat? alasan pertama adalah karena
mereka menerapkan strategi harga murah. Strategi itu jitu diterapkan manakala
kondisi ekonomi terasa semakin sulit sehingga konsumen lebih memilih merek yang
terjangkau. Misalnya seperti Luckin Coffee yang harganya hanya sepertiga dari
harga minuman sejenis di Starbucks atau Miche dan Koti yang juga menawarkan
harga sangat-sangat murah. Alasan yang kedua yang juga penting adalah lokasi
tempat merek-merek itu berjualan. Banyak merek lokal itu muncul dari kota-kota
kecil dan bukan kota besar seperti Shanghai. Putihtiy dan Wales. Membuka garai
pertama mereka di Fuzhow, sebuah kota tier dua di tenggara China. Testian juga
didirikan di Nancheng, sebuah pusat kereta api di pedalaman yang juga dianggap
sebagai kota tier dua.
Pesaing mereka dari Barat biasanya memang
mengabaikan tempat-tempat terpencil sehingga kota-kota kecil itu dimanfaatkan
oleh merek lokal untuk berekspansi. Starbucks, misalnya, dalam 2 tahun terakhir
tidak memperluas jaringan mereka sampai ke kota-kota kecil. Dengan begitu,
tidak heran kalau hampir setengah dari gerai Tastien berada di kota-kota tier
dua dan bahkan tier tiga. Begitu juga Lunkin yang pertumbuhannya terdorong
cepat oleh ekspansinya di kota-kota yang lebih kecil.
Keberadaan mereka di kota-kota kecil itu
sekaligus memanfaatkan sentimen konsumen yang optimis. Hasil riset Mckinsey
menyebutkan, orang-orang berusia 30 an yang tinggal di kota-kota kecil lebih
optimis tentang masa depan mereka dibandingkan mereka yang tinggal di kota-kota
besar di pesisir. Penduduk kota-kota kecil juga menghabiskan lebih banyak uang
untuk makan di luar, membeli kosmetik dan pakaian olahraga jika dibanding
dengan penduduk kota-kota besar.
Di samping kedua alasan tadi, namanya, bisnis
kuliner sudah pasti harus mempertimbangkan cita rasa produk. Merek lokal
seperti Tastien menawarkan cita rasa khas China seperti packing duk burger yang
jadi andalan mereka dan didukung dengan pelayanan yang cepat. Mereka paham
betul pentingnya menjaga keaslian rasa lokal untuk membangkitkan rasa
kebanggaan budaya. Kita tahu, Pakiingngdag adalah hidangan tradisional yang
sangat dihargai di Tiongkok, sehingga ketika dikemas dalam bentuk burger,
testian mampu menghadirkan suatu kebanggaan tersendiri bagi warga lokal.
Merek-merek lain yang juga berhasil memadukan
cita rasa lokal dengan strategi inovatif adalah Xiabu xiabu, Haidilao, dan yang
Dumplings. Syabusyabu dan Haidilaw menggabungkan hidangan hotpot tradisional
dengan teknologi canggih untuk meningkatkan pengalaman pelanggan, sedangkan
Yang Dumpling menawarkan pangsit dengan berbagai isian lokal yang otentik.
Keberhasilan merek-merrek lokal menghadirkan citasa lokal menjadi inspirasi
bagi merek fast foood global seperti MCDonnal dan KFC. Mereka menirunya dengan
menambah sentuhan cita rasa lokal dalam daftar menunya, diantaranya burger
dengan bumbu Sichuan atau ayam goreng dengan saus hoisein.
BAB IV |
Selera Lokal dan Nasionalisme
Di luar itu semua ada satu faktor yang turut
mendongkrak popularitas merek-merk lokal ini Faktor yang bisa jadi jarang
diperhitungkan para pengusaha, yaitu Nasionalisme. Orang-orang di negeri
Tiongkok sedang bangkit rasa nasionalisme ya dan kebanggaannya sebagai warga
Tiongkok mereka bangga dengan produk buatan dalam negerinya dan sekaligus
menghargai budaya mereka.
Kebangkitan itu dipicu oleh pergerakan budaya
masyarakat dan dukungan pemerintahnya. Kita tahu setelah Revolusi Kebudayaan
dari tahun 1966 – 1976 Tiongkok berusaha melepaskan diri dari tradisi-tradisi
lama dan berlanjut dengan reformasi pasar pada tahun 1979 ketika Tiongkok
menjadi lebih terbuka terhadap ide dan budaya Barat. Makanan cepat saji dari
Barat menjadi simbol modernitas dan kemewahan, dan banyak anak-anak yang tumbuh
di era 1990 an menganggapnya sebagai hadiah istimewa. Tetapi setelah ekonomi
Tiongkok berkembang pesat dan melahirkan kelas menengah terbesar di dunia, ada
dorongan dalam diri mereka untuk kembali ke akar budaya sendiri. Bahkan
Presiden Xi Jinping sejak menjabat tahun 2012 mendorong tumbuhnya kepercayaan
budaya, kata Gua Chau, yang berarti China Chic atau National Hit, mencerminkan
kebanggaan yang berkembang di kalangan konsumen terhadap produk-produk buatan
tiongkok.
Misalnya brand Mr. Rice dan Home Original
Chicken yang menonjolkan hidangan tradisional dan membuat konsumen merasa lebih
dekat dengan budaya mereka sendiri. Mr. Rize dan Home Origil Chicken menyajikan
hidangan tumis kecil yang lebih mirip dengan makanan tradisional Tiongkok serta
mie sapi dan Rugamo Sandwich daging yang itu berasal dari SA. Strategi mereka
berhasil karena tidak sekedar menawarkan makanan lezat dengan harga yang
terjangkau, melainkan juga mempromosikan kebanggaan budaya dan identitas
nasional. Konsumen merasa lebih terhubung dengan produk-produk ini karena
mencerminkan warisan budaya mereka sendiri.
Tren ini didukung pemerintah yang pada tahun 2017
menetapkan tanggal sepuluh sebagai Hari Merek Tiongkok. Istilah Go chao
diperkenalkan dan kini digunakan untuk menggambarkan barang-barang yang dibuat
di Tiongkok atau produk yang mengandung simbol, teknik atau teknologi tiongkok.
BAB V |
Pelajaran Untuk Indonesia
Kita di Indonesia bisa mengambil pelajaran dari
kebangkitan brand fasfood Tiongkok. Apalagi kedua negara memiliki beberapa
kemiripan seperti populasi yang besar dan ekonomi yang sedang tumbuh. Keduanya
juga sama-sama memiliki kelas menengah yang tumbuh pesat yang berkontribusi
pada peningkatan daya beli, serta munculnya kecenderungan mengadopsi gaya hidup
modern. Termasuk kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji.
Kedua negara juga mengalami tingkat urbanisasi
yang tumbuh cepat dengan 60% di Tiongkok dan lima puluh enam persen di
Indonesia. Proses urbanisasi telah mendorong kota-kota besar tumbuh pesat, yang
di satu sisi mendorong pula meningkatnya permintaan makanan praktis. Generasi
mudanya sama-sama dinamis dan sangat terbuka terhadap tren baru dan inovasi.
Mereka lebih cenderung mencoba merek-merek baru dan memiliki perferensi
terhadap makanan yang menarik secara visual dan mudah dibagikan di media
sosial.
Pluang bisnis makanan cepat saji semakin
terbuka dengan adanya dukungan teknologi tinggi karena pemasaran digital
menjadi mudah dilakukan, termasuk pemesanan makanan secara online. Apalagi
penetrasi smartphone dan penggunaan media sosialnya sudah cukup tinggi sehingga
aktivitas online bisa terdukung. Yang nggak kalah penting dalam persamaan
pervensi konsumen kedua negara ini adalah faktor nasionalisme. Orang-orang Tiongkok
punya kebanggaan nasional yang kuat terhadap produk lokal di Indonesia.
Sentimen nasionalisme juga tinggi, terutama dalam mendukung produk-produk
buatan dalam negeri. Sekarang ini kita sedang menyaksikan kebangkitan brand
fast food lokal yang mulai merambah pasar dan menantang dominasi brand global.
Kita patut optimis karena relatif sudah banyak
brand lokal Indonesia yang sudah berjaya di pasar dalam negeri kemudian
berekspansi ke mancanegara. Lihat saja bagaimana Indomie berhasil merajai pasar
mie instan dengan inovasi rasa lokal dan sudah diekspor ke lebih dari 80 negara
atau JKO dan Sent Coffee yang sudah berhasil membuka gerai di berbagai negara
Asia Tenggara dan Timur Tengah. Sementara itu. Kopi Kenangan juga telah tumbuh
pesat dengan ratusan gerai di seluruh Indonesia dan mulai ekspansi ke luar
negeri. Ada juga Wardah, pelopor kosmetik halal yang sudah berhasil menarik
perhatian konsumen muslim dan menjadi pemimpin pasar di Indonesia. Berikutnya
ada Gojek yang telah merevolusi layanan transportasi dan kebutuhan sehari-hari
berbasis aplikasi sehingga mampu menjadikannya decacon pertama dari Indonesia
dan kini sudah ekspansi ke berbagai negara di Asia tenggara.
Dengan melihat mereka, kita yakin brand-brand
lokal mampu berinovasi dan bersaing di pasar global. Kita pun optimis terhadap
perkembangannya di masa depan.
BAB VI |
Refleksi dan Aksi Kita
Yakinlah brand makanan lokal Indonesia memiliki
potensi luar biasa untuk meraih sukses besar dan sekarang adalah momen yang
paling tepat bagi kita untuk mengembangkannya. Bayangkan aja ya betapa kayanya
dan sangat beragamnya kuliner Nusantara. Mulai dari rendang padang yang lezat
hingga sate Madura yang menggoda, mulai dari gado-gado sebagai starle populer
sampai beraneka rasa dan penampilan dari nasi goreng kita. Semua itu bisa
menjadi daya tarik yang memikat hati banyak orang. Budaya makan kita yang kaya
dan penuh cerita adalah fondasi kokoh untuk bisa membangun brand yang bukan
hanya menjual rasa, tetapi juga warisan dan cerita. Konsumen kita semakin
bangga dengan produk lokal dan ini adalah peluang emas untuk brand makanan
lokal menjadi bintang di pasar.
Saat ini adalah momen emas sebagai brand
makanan lokal Indonesia untuk memanfaatkan momentum dan naik kelas. Ketika
brand global menghadapi tantangan boikot dan berbagai isu, brand lokal punya
peluang untuk menunjukkan keunikan dan kekayaan kuliner nusantara. Dengan
dukungan nasionalisme yang kuat dan apresiasi terhadap produk dalam negeri yang
semakin meningkat, ini adalah saat yang tepat untuk membawa brand lokal menjadi
tuan rumah di negeri sendiri. Semoga saja momentum ini bisa dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya, khususnya oleh Anda yang sedang menekuni bisnis kuliner
nusantara.
Dr. Indrawan Nugroho