Kematian Expo Terbesar Di Dunia

 

Elektronik Entertainment EXPO atau E3 adalah event yang paling ditunggu-tunggu oleh para penggemar game, pengembang, dan juga penerbit game. Sejak 1995 setiap tahunnya puluhan ribu orang datang ke acara itu untuk melihat pengumuman game terbaru, mencoba demo eksklusif, dan bertemu dengan tokoh-tokoh besar dalam industri game. Lalu tiba-tiba 12 desember 2023 lalu mereka mengumumkan untuk berhenti. Mereka menyerah kalah dengan disrupsi besar yang terjadi di industri Expo. Apa yang terjadi?

BAB I | Lahirnya E3 Yang Fenomenal

Di awal tahun 1990 an, industri game berkembang sangat pesat, para pelaku industri game seperti Nintendo, Sony, dan Sega berlomba beradu hebat dalam membuat produk-produk baru mereka yang biasanya diluncurkan di ajang Consumer Elektronic Show atau CES, tetapi belakangan sebagai peserta, mereka nggak puas dan ogah ikutan CES lagi. Alasannya, seperti yang diungkapkan Tom Kalinske. Cecme Amerika, karena sta mereka biasanya ditempatkan di belakang dan kurang terorganisir. Padahal, dari waktu ke waktu, pengunjung stens game di pameran itu justru semakin ramai. Dari situlah tercetus ide untuk menyelenggarakan pameran tersendiri pameran khusus game.

Nah pada tahun 1994 Pat Verrel dari Interactive Digital Software mengusulkan supaya Interactive Digital Software Association IDSA menyelenggarakan Electronic Entertainment Expo atau E3.

Usul itu diterima dan akhirnya setahun kemudian yaitu di tahun 1955 untuk pertama kalinya IFRI diselenggarakan.

Penyelenggaraan perdana IFRI langsung sukses, sekarang berhasil menyedot sekitar 40.000 pengunjung. Sejak itu sampai satu dekade kemudian, E3 menjadi ajang terbesar dan paling bergengsi di dunia game.

Setiap tahun pengunjungnya terus bertambah seperti pada E3 tahun 2005 yang diselenggarakan di Los Angeles yang mampu menyedot 70.000 pengunjung, luar biasa. Mereka terdiri dari para jurnalis, profesional industri dan juga penggemar game yang datang dari berbagai penjuru dunia.

Di setiap penyelenggaraannya, E3 juga menjadi ajang persaingan sengit antara pembuat konsul karena masing-masing saling berusaha menjadi yang terbaik. Pemain besar seperti Nintendo, Sony, Sega seturn selalu hadir dan beradu kemampuan menyajikan sten yang megah, demonstrasi yang memukau dan juga presentasi yang memikat pengunjung.

Mereka juga saling memamerkan hardware terbaru, memperkenalkan teknologi tercanggih pada setiap produknya masing-masing. Diantaranya seperti Ultra 64 dari Nintendo, playstation dari Sony, dan juga Sega seturn. Tidak kelak lagi, setiap tahunnya E3 selalu menjadi event yang seru. Pengunjung yang datang dari berbagai belahan dunia dengan penuh semangat dan penasaran bisa bergembira mencoba game-game terbaru sehingga E3 mampu menciptakan hype untuk game yang akan datang.

BAB II | Ditinggal Pelanggan Setia

Namun tidak ada keabadian di dunia ini begitupun dengan E3 karena dalam beberapa tahun kemudian penyelenggaraan E3 terhadang oleh berbagai masalah yang menghilir pada sebuah keputusan menyakitkan, E3 tidak lagi dilanjutkan. Stanley Pierre Louis, presiden dan CEO dari Asosiasi Perangkat Punnak Hiburan ESA penyenggara E3 menyatakan. Setelah lebih dari 20 tahun menjadi acara utama bagi industri video game di Amerika Serikat dan dunia, kami memutuskan untuk menghentikan E3.

Tentu ini bukan sebuah keputusan yang mudah diambil karena E3 sudah terlanjur berkembang menjadi event yang penuh pesona yang menyimpan banyak kenangan manis sebagai para pengunjungnya sekaligus menjadi palagan pertarungan adu teknologi yang memacu kreativitas para produsen game serta lahirnya produk-produk game yang kian hari kian interaktif dan semakin memikat. Sepertinya Pierre Louis memahami semua itu, sehingga dia mengatakan. Kami tahu seluruh industri, baik pemain maupun pencipta game sangat menyukai E3. Kami juga merasakan hal yang sama, tapi kami menyadari bahwa ini saat yang tepat untuk mengucapkan selamat tinggal pada acara yang kita cintai ini. Ada banyak peluang baru bagi industri kita untuk menjangkau para penggemar dan mitra dengan cara yang berbeda.

Pernyataan Louis itu membuat banyak pihak seperti kita misalnya jadi pengen tahu apa yang sebenarnya terjadi dibalik keputusan louis?.

BAB III | Dibalik Keputusan Louis

Pukulan paling telak yang menghujam dan menjatuhkan E3 adalah pandemi covid-19, dan karena itu pada tahun 2020 E3 terpaksa ditiadakan diganti dengan event online. Sudah barang tentu E3 versi digital tidak bisa sesensasional seperti biasanya dan hasilnya pun bisa ditebak. E3 virtual tidak memuaskan peserta dan penonton sama-sama kecewa karena banyak pengembang game terganggu akibat rumitnya persiapan logistiknya. Pada kesempatan yang sama, para gamer di seluruh dunia mulai beralih ke cara baru dalam mengakses informasi game beserta kontennya akibat terkungkung di rumah masing-masing karena lockdown, maka satu-satunya pilihan adalah bermain game online. Nah, inilah awal dari hambatan yang lebih besar bagi penyelenggaraan E3 di kemudian hari.

Sebelum terkena pukulan covid, sebetulnya penyelenggara E3 sudah beberapa kali terkena hantaman masalah, terutama masalah biaya keikutsertaan yang terus membesar setiap tahunnya. Padahal mereka para pengembang game kan juga harus mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membangun stand yang megah dan mengadakan presentasi yang spektakuler. Maka dari itu, lambat laun mereka jadi bertanya-tanya, apa iya biaya yang mereka keluarkan itu sebanding dengan hasilnya. Sementara itu, perusahaan-perusaha kecil juga keberatan dengan biaya yang harus dikeluarkan, walaupun sebetulnya mereka bisa memetik lebih banyak manfaat.

Nah, biaya yang semakin tinggi dan manfaat yang ga sebanding itu membuat banyak perusahaan akhirnya memutuskan mundur dari E3. Ini berakibat perlahan-lahan E3 kehilangan daya tariknya. Apalagi dalam beberapa tahun belakangan, penyelenggaraannya banyak dikritik gara-gara pengorganisasiannya yang buruk, peserta mengeluhkan antrian yang panjang, ruang pameran yang sempit, serta kurang lancarnya komunikasi antara penyelenggara dengan peserta.

BAB IV | Ramai-Ramai Mundur Dari E3

Seperti kita tahu, pandemi menghantam semua aspek kehidupan, termasuk para karyawan yang harus bekerja dari rumah. Nah, hal itu membuat pengembangan produk game menjadi banyak tertunda dan tidak banyak yang kemudian mereka bisa tampilkan di event E3. Seiring dengan itu, kondisi ekonomi pun tidak menentu dan menuntut para produsen game lebih berhati-hati mengeluarkan biaya untuk ikut E3. Biasanya, pengeluaran biaya untuk logistik, perjalanan, dan berbagai persiapan mengikuti pameran memang cukup besar. Realitas itulah yang memaksa perusahaan-perusahaan besar seperti Sony, Microsoft, Nintendo, Sega, dan juga Tenson akhirnya memutuskan mundur dari E3. Itu adalah keputusan yang mengejutkan industri game dan membuat geger komunitas game global.

Sebetulnya keputusan mereka untuk mundur juga didorong oleh adanya ketegangan yang terus meningkat di dalam hubungan antara pengembang game dengan penyelenggara. Pemicunya adalah mereka merasa tidak mendapatkan hasil optimal dari keikutsertaannya pada ajang E3. Apalagi disa yang sama, mereka sudah bisa membuat sendiri pameran digitalnya masing-masing. Misalnya. Sony menggelar State of Play, Microsoft dengan Xbox Sow Case, dan Nintendo dengan Nintendo Direct. Acara-acara digital seperti itu memungkinkan mereka bisa mengontrol waktu secara penuh dan mengontrol komunikasi mereka dengan para pengguna tanpa harus berbagi panggung dengan banyak pesaingnya.

Nasib E3 bertambah buruk sewaktu kemudian muncul pameran digital Summer Game FAST yang di inisisasi oleh Gef Keyle. Acara tersebut menarik banyak perhatian dan cepat populer di karangan pengembang game. Tentu saja pameran digital seperti itu semakin menggerogoti dominasi E3 dan benar adanya karena perusahaan seperti Ubi Soff, misalnya, memutuskan batal mengikuti E3, lalu mereka kemudian menyelenggarkan acara sendiri. Lang Yubisoff kemudian ditiru oleh perusahaan-puusaan lain karena alasannya masuk akal bahwa dengan mengadakan acara sendiri, mereka bisa lebih fokus dan bisa meraih perhatian publik yang lebih besar.

Dalam pandangan Doug Clinton dari Loop Venches, perusahaan sebesar Sonny misalnya, memang layak menyelenggarakan pamerannya sendiri karena brandnya sudah cukup dikenal. Dengan cara itu, mereka bisa menghemat biaya, lebih mudah mengatur waktu, dan lebih leluasa mempromosikan produk baru tanpa berebut perhatian dengan perusahaan lain. Di mata Clinton, peristiwa keluarnya perusahaan-perusahan besar dari E3 mirip ketika Apple meninggalkan pameran Mac Wolts. Dia mengatakan, “dulu di tahun dua ribu tujuh. Apple mengumumkan iphone di Mac World, tapi dua tahun kemudian mereka memutuskan berhenti ikut Mac World.” Perusahaan game besar sekarang menyadari bahwa mereka bisa mengikuti langkah Apple supaya bisa mendapatkan eksposur yang lebih besar. Karena di ajang E3, kabar keberadaan mereka sering tenggelam diantara berita-berita lainnya.

BAB V | Pemandangan Menyedihkan

Pada masanya E3 memang menjadi event favorit yang ditunggu-tunggu dan tumbuh sebagai tempat bertemunya para pengembang dan pubher game di seluruh dunia. Mereka bisa saling memamerkan game terbarunya masing-masing. Tetapi seiring berjalannya waktu dan terpacu oleh suasana pandemi juga, para peserta mulai menyadari bahwa sebetulnya mereka bisa kok menyelenggarakan pamerannya sendiri dengan menggelar pamerannya sendiri secara digital. Biaya yang bisa dihemat emang lumayan besar. Mereka nggak perlu menyewa ruang pameran yang mahal di Los Angeles Convention Center, serta nggak perlu mengeluarkan biaya untuk logistik dan pengaturan stand.

Dengan begitu, mereka bisa mengalihkan sumber daya untuk pengembangan konten yang lebih kreatif dan menarik. Mereka juga terhindar dari masalah-masalah yang menimbulkan ketidaknyamanan, seperti keterbatasan ruang pamer, antrian yang panjang, dan hiruk-pikuk pengunjung.

Selain itu mereka juga bisa menentukan sendiri kapan waktu yang terbaik untuk meluncurkan produk baru sambil menyesuaikan isi presentasi sesuai kebutuhan audience. Sehingga setiap detil akan bisa disampaikan dengan cara yang lebih efektif.

Mereka juga bisa menjangkau audience yang sama atau bahkan lebih besar, sekaligus bisa merespon umpan balik secara real-time dan membuat penyesuaian yang cepat jika memang diperlukan dengan munculnya platform streaming dan media sosial, para produsen game memang bisa mencapai audience global tanpa harus bergantung pada acara pameran langsung, misalnya Nintendo Direct dan Xbox Showcase. Setelah membuktikan bahwa persentasi digital bisa sama menariknya, atau mungkin bahkan jauh lebih menarik daripada pameran konvensional.

Di situ perusahaan-perusahaan ini bisa menyampaikan berbagai informasi secara langsung kepada para penggemarnya di seluruh dunia. Seiring berjalannya waktu, semakin jelas bahwa model acara seperti E3 menjadi usang karena belakangan event game lain semakin populer untuk penggemar-pegemar seperti komicorn. PX, dan maincon. Di acara-cara seperti itu pengembang game bisa langsung berinteraksi dengan penggemar mereka sehingga tercipta suasana komunitas yang hubungan yang jauh lebih akrab. Dengan semakin banyaknya bermunculan acara seperti itu, maka secara alamiah E3 semakin susah menarik perhatian para profesional industri dan para penggemar game. Sampai kemudian E3 dinilai tidak lagi relevan oleh para produsen game.

Akhirnya sebuah pemandangan menyedihkan muncul di pameran terakhir E3 pada tahun 2019. Waktu itu Nintendo yang masih bertahan di West Hall, sementara Microsoft pindah ke venue terpisah dan Sony tidak hadir sama sekali, apalagi penerbit besar seperti Activision dan EA. Mereka sudah lama meninggalkan E3. Dunia sudah berubah dan nasib tragis harus dialami oleh istri yang ditinggalkan kosong melompong oleh para pelanggannya.

Renungan Dan Pelajaran

Kisah berakhirnya istri mengundang kembali sebuah kesadaran kita tentang pentingnya kemampuan beradaptasi dan berinovasi di dalam industri seperti game yang selalu berubah kepekaan terhadap perubahan dan fleksibilitas menjadi kata kunci supaya bisnis kita bisa bertahan dan terus berkembang. Sayangnya, pengelola E3 khilaf mereka tidak cepat beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang muncul. Sehingga akhirnya kita harus menyaksikan tergerusnya kejayaan dan kewibawaan sebuah acara konvensional yang monumental karena tidak lagi relevan di era digital sekarang.

Di pihak lain para pengembang dan penerbit game gesit merespon setiap perubahan dengan mengoptimalkan kemampuan mereka dalam memanfaatkan teknologi digital. Hasilnya, dengan biaya yang lebih murah, mereka bisa berinteraksi dengan para penggemarnya dari berbagai belahan dunia. Sikap fleksibel telah memungkinkan mereka untuk terus berkembang di tengah munculnya berbagai tantangan yang tidak terduga. Bubarnya E3 sekali lagi mengingatkan kita bahwa inovasi adalah elemen vital untuk mempertahankan relevansi. Inovasi bukan sekedar alat untuk memperkuat posisi kita dalam kompetisi bisnis yang ketat. Kemampuan berinovasi dan menemukan cara baru untuk memenuhi kebutuhan konsumen adalah sebuah keniscayaan di dalam dunia yang terus bergerak maju.

Bisnis harus terus mencari cara-cara baru dengan memanfaatkan teknologi terbaru supaya operasional bisnis bisa lebih optimal dan hubungan dengan pelanggan menjadi lebih kuat.

Di dalam dunia bisnis yang selalu dinamis, kita perlu bersikap fleksibel untuk bisa tetap bertahan dengan cara cepat menyesuaikan diri. Kelulusan itu diperlukan bukan semata-mata dalam soal beradaptasi dengan kemajuan teknologi, tetapi juga tentang bagaimana kita memahami dan memenuhi kebutuhan pelanggan yang terus berkembang. Mari kita terus berpikir, kreatif mencari solusi baru dan beradaptasi dengan setiap perubahan demi perubahan yang datang bergelombang. Semoga Allah memudahkan jalan kita.




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama