Generasi Sandwich

 


Pernah ga kamu ngeliat temen kamu, kerabat kamu, atau mungkin kamu sendiri yang punya tanggung jawab besar jadi tulang punggung buat keluarga dalam hati dirinya jadi sumber penghasilan utama yang menghidupi sebuah keluarga besar. Mulai dari kebutuhan hidup anaknya, terus biaya hidup orang tua, kakek, nenek, biayain kuliah adik-adik, sampai mungkin bantuin biaya sekolah keponakan juga. Nah, orang-orang yang jadi tulang punggung keluarga ini sebetulnya punya julukan khusus, yaitu Sandwich Generation.

Apa Itu Sandwich Generation

Sandwich generation adalah istilah yang ngegambarin fenomena sosial dimana banyak masyarakat yang punya tanggung jawab finansial dan emosional yang terhimpit sama dua generasi sekaligus. Di satu sisi tanggung jawab buat nafkahin keluarga sendiri yaitu pasangan dan anak-anak sekaligus ngerawat dan nafkain orang tua dan keluarga besar lain. Sampai di sini ada ga diantara kamu yang ngerasa kalau kamu adalah bagian dari generasi sandwich.? Kalau iya kamu sebetulnya nggak sendirian. Karena di Indonesia nih rasio ketergantungan penduduk terhadap masyarakat di usia produktif itu tinggi banget mencapai 44,67 persen. Menurut data BPS tahun 2022.

Artinya di setiap 100 orang di Indonesia ada 44 orang yang ngegantungin kebutuhan hidupnya ke orang lain yang masih produktif. Dan kalau kita ngeliat data dari BPS terkait penduduk usia lanjut, ada sekitar 77,8 persen lansia ya kehidupannya tuh ditopang sama anggota keluarga yang masih bekerja. Rasio ini tuh tinggi banget ya, kalua missal dibandingin sama negara-negara lain yang umum punya sruktur sosial masyarakat yang lebih mandiri secara finansial. Dan kalau kita lihat dari kacamata ekonomi dan personal finance, hal ini sebenarnya bukan hal yang bagus. Justru fenomena ini tuh enggak sehat karena idealnya ya kita tuh cuma perlu nafkahin keluarga inti aja. Fenomena ini jadi salah satu faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.

Buat kamu yang jadi bagian dari generasi sandwich tetap semangat ya. Kamu itu hebat banget karena udah bisa nanggung beban yang jauh lebih berat daripada yang seharusnya. Disaat orang lain. Bisa nikmatin uang yang dihasilin buat healing selfreward, nikmatin hobi atau hal-hal konsumtif lain. Kamu rela berkorban dan mengutamain keluarga kamu di orang lain. Ngabisin uangnya buat flexing dan pamer pencapaian. Kamu bisa ngebuang semua ego kamu demi kebutuhan keluarga. Menjadi generasi Sandwich emang tantangan tersendiri yang butuh kerja keras ekstra buat bisa keluar dan mencapai kesuksesan.

Tapi kamu pernah penasaran ga sih kenapa ya fenomena ini? Rasa-rasanya kok cuma terjadi di Indonesia aja. Kenapa ya situasi ini jarang jadi gambaran yang kita lihat di film-film luar negeri. Kalau di Indonesia kan rasanya sering banget gitu. Ada karakter yang ilustrasiin jadi tulang punggung keluarga, yang kerja banting tulang buat ngirim uang tiap bulan ke kampung yang rela ngirit-nggirit karena harus biayain adik sekolah atau orang tua yang sakit.

Tapi kok penggambaran ini jarang ada ya di luar negeri, seengganya di film-film luar deh. Jarang banget kita dapat gambaran kalau seseorang itu harus kerja buat diain orang tua sampai kakek- neneknya. Dan biasanya sosok Lancia itu kok bisa mandiri ya secara keuangan dan terkesan ga butuh support dari anak-anaknya? Apa fenomena generasi Sandwich ini cuma ada di Indonesia aja oke. Sebenarnya fenomena generasi sandwich ini terjadi di semua negara. Tapi memang rasanya kebanyakan ga setinggi di Indonesia misalnya di Amerika.

Dimana menurut survei Pew Research Center di tahun 2021, penduduk yang digolongin sebagai generasi Sandwich itu cuma sebesar 23 persen. Terus gimana dengan di Indonesia? Survei dari Lit Bank Kompas tahun 2022, di 34 provinsi di Indonesia, ternyata ada 67 persen responden survei yang bisa digolongin dalam generasi sandwich. Ternyata hasilnya tinggi banget ya di Indonesia. Tapi kenapa sih fenomena ini terjadi lebih parah di Indonesia dibanding banyak negara lain? Sebetulnya jawabannya kompleks. Tapi kalau aku bisa sederhanain ada dua faktor utamanya,

Yang pertama itu sistem uang pensiun dan jaminan social hari tua di banyak negara lain memang harus diakuin jauh lebih baik daripada di Indonesia.

Yang kedua tingkat literasi keuangan di Indonesia emang masih rendah banget. Jadi belum banyak gitu masyarakat yang punya kesadaran buat ngerencanain masa pensiun supaya bisa mandiri secara keuangan.

Sistem Jaminan Hari Tua dan Pensiun

Buat kamu yang belum tahu di banyak negara maju kayak Kanada, Swedia, Norwegia. Finlandia dan banyak negara lain, mereka tuh punya sistem jaminan hari tua buat semua penduduknya yang udah mencapai usia lansia. Jadi penduduk negara-negara itu enggak usah bingung hari tuanya miskin dan harus bergantung sama anak. Soalnya semua biaya kebutuhan hidup dan pengobatan ditanggung sama negara. Sisanya mereka bisa nikmatin hasil pensiun dari aset atau tabungan investasi mereka.

Selain sistem jaminan hari tua, ada juga hak pensiun. Misalnya di Amerika nih buat mereka yang berpenghasilan di bawah 895 dollar per bulan pas pensiun, mereka bisa dapetin santunan pensiun sebesar 90 persen dari gajinya. Sementara buat yang hasilnya lebih tinggi, umumnya mereka udah punya aset atau investasi sendiri yang bisa ngebiayain hari tua mereka. Terus kalau di Indonesia gimana nih? Menurut survei Manu Life Investment Manajement di tahun 2022, mayoritas pensiunan Indonesia itu cuma ngehasilin dua puluh persen aja dari penghasilan mereka sebelum pensiun. Jadi mayoritas usia pensiunan itu masih harus dagang, jaga toko atau bergantung sama anak-anaknya yang masih kerja.

Kurangnya Kesadaran Finansial Jangka Panjang

Sekarang coba deh kamu lihat oma opa atau eyang yang udah masuk usial lansia? Berapa banyak diantara mereka yang nyiapin tabungan pensiun dalam bentuk investasi atau aset usaha yang bisa dijadiin passive income di hari tua. Mayoritas penduduk di Indonesia itu punya kesadaran yang rendah buat nyiapin hari tuanya. Kebanyakan cuma ngandelin pencairan jammpsonsteke atau BPJS Ketenagakerjaan. Banyak juga yang terlalu berharap sama uang pensiun dari perusahaan tempat dia mengabdi. Dan gak jarang juga gitu yang berharap pada hari tuanya dibiayain sama anak-anak dan menantu sebagai bentuk utang budi karena mereka udah dibesarin sejak kecil. Tapi kenyataannya pencairan jam sosek atau BPJS Ketenagakerjaan itu nggak bisa diandelin buat menuin kebutuhan pensiun yang panjang.

Perusahaan tempat kita kerja di Indonesia juga belum tentu gitu ya, bakal ngasih uang pensiun yang layak, apalagi sampai sepuluh sampai dua puluh tahun setelah kita udah nggak kerja lagi. Dan kalau para lansia dan pensiunan ini terlalu bergantung sama anak-anaknya secara finansial, ujung-ujungnya jadi bikin generasi Sandwich baru di masa depan. Ironisnya, sebetulnya akar dari masalah ini adalah literasi keuangan yang rendah pada generasi lama.

Dan masalah ini cuma bisa diselesaiin sama literasi keuangan yang baik di generasi muda. Tapi kita ga bisa nyalahin sepenuhnya juga ke generasi orang tua kita, karena pada zaman itu memang belum ada sumber pendidikan keuangan yang bagus. Di sisi lain, mungkin generasi orang tua kita juga emang belum berkesempatan buat ngisiin sebagian uangnya untuk perencanaan pensiun karena penghasilannya masih pas-pasan. Kita juga nggak bisa terlalu nyalain pemerintah atau perusahaan tempat kita kerja.

Karena harus diakui ini adalah situasi ekonomi kita di Indonesia dimana pemerintah dan perusahaan emang belum bisa ngasih sistem pensiun dan jaminan hari tua yang baik. Jadi daripada nyalahin keadaan terus memang pada akhirnya kitalah yang harus berusaha sebisa mungkin buat keluar dari kondisi Sandwich generation dengan nerapi disiplin keuangan yang lebih baik lagi. Cuma dengan nerapi disiplin keuangan inilah kita bisa setidaknya sedikit meringankan beban dan tanggung jawab kita. Aku ngerti banget kondisi itu sama sekali nggak gampang.

Tips Mengelola Keuangan

Tis pertama yang bisa kamu praktekin adalah pisahin rekening kamu sesuai sama tujuannya. Misalnya rekening pertama itu buat kebutuhan sehari-hari, terus rekening kedua buat tabungan Sekolah ade, rekening ketiga buat renovasi rumah, rekening lain buat dana darurat, pengobatan orang tua, dan seterusnya dengan misalnya rekening sesuai tujuan kayak gini, keuangan kita bakalan lebih tertata di digital sekarang. Misalnya rekening gini nggak perlu lo bikin rekening baru dari nol, tapi bisa otomatis dipisahin di bank digital.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama