Lokasi ibukota suatu negara adalah salah satu pilihan paling penting bagi para pemimpin negara manapun di dunia sebagai pusat pemerintahan, peran ini membuat ibukota menjadi simbol suatu negara yang dapat menunjukkan siapa yang mengendalikan Ibukota juga dapat mengendalikan pemerintahan dalam skala nasional. Selain itu, ibukota juga menjadi pusat perekonomian dan administrasi nasional. Oleh karena itu, mayoritas negara di dunia ini mengusahakan ibukotanya menjadi simbol dinamika kehidupan sosial dan ekonomi untuk menarik investor asing dalam upaya meningkatkan produktivitas dalam negara tersebut. Akan tetapi, tipe-tipe pemerintahan mampu mempengaruhi peran ibukota itu sendiri.
Daftar isi
Kenapa Indonesia Memindahkan Ibukota Negara?
Ibukota pada dasarnya adalah otak
sebuah negara dan memilih lokasi dimana kita ingin menempatkannya tentu saja
merupakan sebuah pilihan yang sangat strategis. Lokasi terbaik untuk ibukota
adalah suatu tempat yang dapat dengan mudah dipertahankan dan dari situ kita
dapat melakukan kontrol dan integrasi proyek atas seluruhnya. Ibukota menjadi
tempat tinggalnya para pejabat tinggi negara, presiden dan semua lembaga
negara. Bahkan menjadi tempat bermukimnya pejabat-pejabat tinggi negara asing,
duta besar dan konselor lain. Oleh karenanya harus di treade secara khusus dan
penting, oleh karena itu ibukota negara harus dilihat sebagai perwakilan
seluruh negara dan mudah diakses oleh sebagian besar masyarakat. Dan karena
semua alasan tersebut ibukota paling sering dibangun di pusat suatu negara.
Tetapi terkadang pilihan lokasi baru pada akhirnya gagal.
Misalnya pada tahun 2005 Myanmar
memindahkan ibukota mereka dari Yangon ke Nay Pyi Taw lebih dari 325 km ke
utara. Luasnya mencapai sekitar 7054 km2 dua dan dihuni sekitar 924000
jiwa pemindahan dilakukan saat junta militer dikuasai Jenderal Tan Sew.
Proyek urbanisasi dimulai pada
tahun 2001 kemacetan Yangon dan populasi yang sangat padat menjadi alas an pemindahan
juga memiliki motif lain, mulai dari mewaspadai gerakan pro demokrasi hingga
bentuk strategi militer setempat. Yangon lebih rentan terhadap bencana iklim
karena terletak tepat di pantai. Seperti yang terjadi pada tahun 2008, ketika
badai siklon tropis Nargis menghantam Yangon dan menghancurkan tiga perempat
infrastruktur kota. Namun sayangnya, setelah jadi, kota itu kerap dijuluki kota
hantu. Padahal, pemindahan menelan biaya hingga 4 miliyar US dollar. Dana
dipakai untuk membangun jalan raya megah, lapangan golf, hotel, pusat
perbelanjaan, resto dan cafe, serta berbagai fasilitas lainnya. Namun, pejabat
mengaku tak memilih tinggal di Ni Pidao, alasannya karena kurangnya fasilitas
komersial dan pendidikan.
Dengan cara yang sama Brazil juga
memindahkan ibukota mereka pada tahun 1960, menjauh dari Rio de Janero yang
dulunya penuh sesak di pesisir pantai dan menuju lokasi yang lebih dalam dan
terpusat di pedalaman Brazil, yang akhirnya mereka sebut brazilia.
Keputusan ini sebagian besar
dibuat untuk mendorong pertumbuhan pedalaman jauh dari pantai dan menjadikan
ibukota lebih netral secara regional. Sebelum Kanbera menjadi ibukota negara
Australia. Mel Borden Cidney pernah bersaing untuk merebutkan posisi tersebut.
Untuk menghindari perselisihan secara berkepanjangan, otoritas setempat membuat
kebijakan untuk memindahkan ibukota negara Australia ke Kanberra. Pada tahun 1913,
dengan difungsikannya Kanberra sebagai pusat administrasi, pemerintah Australia
mendidikan gedung parlemen dan Pengadilan Tinggi Australia, serta kantor pusat
semua departemen pemerintah federal dan militer. Namun, pemindahan ibukota
negara Australia ke Kanbera disebut sebagai salah satu kesalahan terbesar,
sebagaimana disebutkan oleh Perdana Menteri oleh Paulcating yang menyebutkan
Kota Kanbera harus segera ditinggalkan.
Mesir memindahkan ibukotanya dari
Kairo ke kota terencana yang lebih baru, agak ke arah timur, terletak 45 km
dari Kairo. Sementara Indonesia akan memindahkan ibukotanya dari Jakarta ke
ibukota negara yang baru Nusantara yang berjarak lebih dari 1000 km.
Indonesia sendiri adalah negara
yang mempunyai populasi 278 juta jiwa tertinggi ke 4 diantara negara manapun di
dunia, hanya tertinggal di belakang China, India, dan Amerika Serikat, meskipun
mereka merupakan kekuatan kontinental yang besar dan umumnya berdekatan.
Berbeda dengan Indonesia yang sebenarnya terdiri lebih dari 17.000 pulau yang
semuanya tersebar terpisah satu sama lain dan pulau-pulau ini tidak sama.
Terdapat 5 wilayah daratan besar Sumatera, Jawa, dan Sulawesi, serta setengah
dari pulau-pula besar di Kalimantan dan Papua. Namun, empat dari wilayah pulau
ini berpenduduk cukup jarang, sementara ribuan pulau-pulau kecil hanya menambah
sedikit populasi secara keseluruhan dan pada umumnya.
Pulau Jawa Pulau Terpadat
Ini pulau terbesar kelima di
Indonesia. Meskipun luasnya hanya sekitar 7% dari total luas wilayah negara, namun
Pulau Jawa merupakan rumah bagi lebih dai 60 % total penduduk Indonesia.
Meskipun luasnya hanya 128.783 km persegi, namun populasinya 150 juta jiwa. Hal
ini menjadikan Jawa sebagai pulau dengan jumlah penduduk terpadat di dunia,
bahkan lebih banyak penduduknya dibandingkan Rusia, negara yang luas wilayahnya
lebih besar dengan populasi yang lebih sedikit 1170 orang per KM persegi di
pulau ini salah satu wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi dibandingkan
wilayah manapun di dunia.
Pada dasarnya pusat populasi
serta budaya Indonesia dan tentu saja Ibukota Indonesia telah lama terletak di
Pulau Jawa. Jakarta telah menjadi kota yang cukup besar selama berabad-abad,
tetapi di dunia modern abad ke-21 jumlah penduduk metropolitan kota ini
melonjak hingga mencapai jumlah penduduk sekitar 11,24 juta jiwa. Selain
dijadikan sebagai ibukota negara, Jakarta juga merupakan ibukota diplomatik
ASEAN atau Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara yang secara harfiah
merupakan Uni Eropanya versi Asia Tenggara, sehingga kita dapat menganggap
peran di disini serupa dengan Brenseel di Eropa.
Jakarta adalah kota global yang
sangat penting dan signifikan, Namun bukannya tanpa masalah yang menjadikannya
lokasi yang kurang menguntungkan untuk menjadi ibukota Indonesia di abad ke-21
ini. Seperti yang aku sebutkan sebelumnya, terdapat banyak kesenjangan di
negara ini. 60% penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa yang hanya 7% dari luas
daratan di Indonesia. Hal ini berarti bahwa 93% daratan negara yang tersisa di 17
ribu di pulau lainnya kurang terwakili, baik dari segi jumlah penduduk maupun
perekonomian.
Sementara perekonomian di Jakarta
dan Jawa telah tumbuh pesat selama beberapa tahun terakhir. Dalam beberapa
dekade terakhir, pulau-pulau lain kurang lebih tertinggal secara ekonomi dan
tetap stagnan. Untuk menggambarkan hal ini, sejak tahun 1971. Pulau Jawa telah
dihuni oleh 75 juta orang, sementara Sumatera hanya memperoleh 38 juta
penduduk. Borneo atau Kalimantan 11 juta orang. Sulawesi sekitar 10 juta,
sementara Nugini Barat 4 juta jiwa. Meskipun pulau-pulau lain ini mungkin
terlihat dekat pada peta seperti ini, sebenarnya tidak demikian jika kita
menempatkan Indonesia di atas Eropa, dimana Pulau Jawa tepat di Italia utara
hingga Kalimantan terletak jauh diantara Jerman Utara dan Polandia Sulawesi
berada di Belarus dan Ukraina, sementara Nugini Barat terletak jauh di
Kazakhstan.
Banyak dari tempat-tempat ini
sangat jauh dari Jakarta dan oleh karena itu terisolasi dan terpencil dari
pusat kekuasaan yang melintasi ribuan kilometer lautan. Jika kita melihat
berdasarkan pada sentralisasi faktor kekuasaan, maka dari sudut pandang
geografis akan lebih masuk akal untuk menempatkan ibukota Indonesia di
Kalimantan atau di Sulawesi. Namun tentu saja sentralisasi saja bukanlah alasan
yang cukup.
Kita tahu bahwa Jakarta sendiri
mempunyai banyak permasalahan, kota ini telah mengalami pertumbuhan yang luar
biasa besarnya dalam beberapa dekade terakhir. Pada awal tahun 1945, populasi
kota hanya 600 ribuan orang. 25 tahun kemudian, pada tahun 1970, populasi kota
meningkat enam kali lipat menjadi lebih dari 4 juta, dan kemudian 50 tahun
kemudian pada tahun 2020, populasi kota meningkat lebih dari dua kali lipat
lagi menjadi 10 juta. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh migrasi
besar-besaran dari seluruh wilayah Indonesia. Sebagai akibat dari semua
pertumbuhan ini, kota ini telah mengalami kerusakan ekologis yang parah
disertai dengan kemacetan lalu lintas yang sangat parah. Ada hampir empat
setengah juta mobil dan lebih dari 13 juta sepeda motor digunakan di
jalan-jalan kota.
Sementara transportasi umum hanya
mencakup sepertiga dari penumpang kota, hal ini memperburuk polusi yang
dihasilkan oleh semua kendaraan ini.
Berdasarkan data Global Energy
Monitor, terdapat 16 PLTU berbasis batu bara yang berada tak jauh dari Jakarta.
Menurut sebarannya, sebanyak 10 PLTU berlokasi di Banten, sedangkan 6 PLTU di
Jawa Barat. Adapun PLTU Cikarang Babelan di Kabupaten Bekasi Jawa Barat,
menjadi yang terdekat dengan Jakarta. Jaraknya hanya sejauh dua puluh lima koma
delapan tujuh km dari Moumen Nasional di Jakarta Pusat. Sementara PLTU Banten
Suralaya memiliki kapasitas terbesar hingga 4025. Jarak PLTU yang berada di
Kota Cilegon. Banten tersebut hingga ke Jakarta sekitar 93,67 km.
Dalam radius 100 km dari kota
emisi dari lima pabrik saja pada akhirnya akan setara dengan menambahkan 10
juta mobil tambahan di jalan-jalan Jakarta yang sudah padat. Mengingat populasi
udara dan kabut asap di dalam kota merupakan masalah yang serius dan umumnya
berada di peringkat yang sama dengan kota-kota lain seperti kota-kota besar
lainnya seperti di new delhi dan Beijing.
Sektor transportasi merupakan
penggunaan bahan bakar paling besar di Jakarta yang berkontribusi sebesar 44%
dari penggunaan bahan bakar di Jakarta, diikuti industri energi 31%, lalu
manufaktur industri 10%, sektor perumahan 14%, dan komersial 1%. Dari sisi
penghasil emisi karbon monoksida terbesar disumbang dari sektor transportasi
sebesar 96,36% atau 28317 ton per tahun. Disusul pembangkit listrik 1,76 % 5252 ton per tahun dan industri 1,25% mencapai
3738 ton per tahun.
Sepeda motor merupakan
menghasilkan beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibandingkan mobil
pribadi, bensin, mobil pribadi, solar, mobil penumpang, dan bu dengan populasi
mencapai 78% dari total kendaraan bermotor di DKI Jakarta sebanyak 24,5 juta
kendaraan dengan pertumbuhan 1.046.837 sepedah motorper tahun.
Pada tahun lalu di tahun 2021, 172
dua hari di Jakarta dianggap terlalu tidak sehat untuk berada di luar ruangan,
yang mana hal ini terjadi lebih dari setengah tahun. Dan tentu saja lalu lintas
itu sendiri yang sering disebut dengan Jakarta kota terburuk di dunia dalam hal
lalu lintas. Dan diperkirakan bahwa rata-rata Jakarta akan menghabiskan 10
tahun seumur hidup mereka di sana dalam kemacetan. Kerugian perekonomian dari
kemacetan ini yang diambil dari data tahun 2013 sekitar 65 triliun rupiah per
tahun dan sekarang angkanya mendekati 100 triliun rupiah. Dengan semakin
beratnya kemacetan di wilayah DKI Jakarta.
Kota satelit terbesar di Jakarta
dimana banyak pekerja kantoran di pusat kota yang tinggal di Bogor 56 KM
jauhnya dari pusat kota Jakarta, dalam kondisi lalu lintas normal di Jakarta,
biasanya diperlukan waktu 2 jam untuk berkendara melintasi jarak 56 km
tersebut, dan jika kemacetan parah bisa memakan waktu lebih dari 3 jam.
Tenggelamnya Jakarta
Dan yang lebih buruk lagi adalah
populasi Jakarta masih terus bertambah. Pada tahun 2030, diperkirakan akan ada
lebih dari 35 juta orang yang tinggal di wilayah tersebut. Namun, situasi
spesifik di Jakarta tak agak unik karena selain menghadapi naiknya permukaan
air laut secara bersamaan, masalah tenggelamnya Jakarta sangat mirip dengan
Mexico City dan Venecia yang kota bakalan tenggelam di tahun 2050.
Tapi ini intinya sama seperti
kedua kota tersebut, jakarta didirikan di lingkungan rawa berabad-abad yang
lalu sebelum menjadi kota-kota modern. Perlu dipahami bahwa jika penurunan muka
air tanah tidak dapat dicegah, maka 13 sungai yang melintasi Provinsi DKI
Jakarta tidak dapat mengalir secara gravitasi ke laut. Dalam kurun waktu 15
tahun yang akan datang, semuanya tercemar dan saat ini tidak dapat digunakan
untuk air minum.
Jakarta memang memiliki
serangkaian pipa air, tetapi pipa-pipa tersebut hanya menjangkau sekitar 60% populasi
dan semuanya sangat terkonsentrasi di daerah-daerah yang lebih kaya di Selatan.
Di Jakarta Pusat, penduduk yang tidak memiliki akses pemompaan tanah pada
dasarnya adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan air segar bagi mereka
sendiri. Tetapi tentu saja ketika air dibawah permukaan ini dihilangkan, tanah
di atasnya akan terus memadat dan tenggelam. Saat ini terdapat lusin dan gedung
pencakar langit beton dan baja yang sangat besar dan berat di seluruh permukaan
kota menambah beban dan tekanan yang semakin besar sehingga mendorong tanah
rapuh di bawahnya. Sebagai akibat dari semua faktor yang berkontribusi ini,
seluruh wilayah Jakarta kini tenggelam ke dalam tanah sekitar 18 cm per tahun.
Namun, ada beberapa daerah yang mengalami penurunan permukaan air sebesar 25 cm
per tahun.
Jika kita mempertimbangkan
kenaikan permukaan laut, mudah untuk melihat mengapa sebagian besar wilayah
kota akan segera berada dalam bahaya besar. Dan meskipun banjir sudah menjadi
masalah kronis yang dihadapi di kota ini, tidak ada apa-apanya jika
dibandingkan dengan apa yang mungkin terjadi di masa depan. Seluruh kota berada
di cekungan yang datar dan 40% wilayah Jakarta sudah berada dibawah permukaan
laut. Sementara banyak pihak lain memperkirakan bahwa pada tahun 2050, seluruh
kota yang berpenduduk lebih dari 11 juta orang akan terkubur di bawah laut
seperti Atlantis modern, dengan asumsi bahwa tidak ada yang benar-benar bisa
dilakukan untuk mengatasinya.
Proyek ambisius pada tahun 2014 pembangunan
giansey wall atau tembok laut raksasa yang diperkirakan akan selesai pada tahun
2025. Pembangunan tanggul raksasa di pesisir Jakarta dilakukan dengan tiga
tahap dengan biaya sebesar 400 hingga 500 triliun rupiah.
Tanggul Raksasa
Sementara itu tanggul laut
raksasa itu sendiri dimaksudkan untuk menjadi pusat pembangunan perkotaan baru
di Jakarta lengkap dengan jalan, perumahan, dan jalur kereta api. Ia
menghubungkan kembali ke daratan yang semuanya harus mampu menampung populasi
baru sebanyak 2 juta orang. Hal ini bukannya tanpa kontroversi karena proyek
ini masyarakat sekitar baik langsung maupun tidak langsung yang terdampak
menilai bahwa pembangunan tersebut akan berdampak pada ekonomi mereka karena
nilai investasi yang mereka gelontokkan pada ruang usaha mereka cukup besar.
Sedangkan di kalangan peneliti, proyek ini disebut akan mempengaruhi lingkungan
karena berpotensi menghancurkan terumbu karang. Hingga akhirnya potensi
pencemaran air dibalik dinding laut.
Bagaimanapun disa depan ketika
permukaan air laut lebih tinggi, hal ini berarti bahwa tembok tersebut akan
menjadi titik lemah keamanan yang kritis yang harus dipertahankan oleh
Indonesia dengan segala cara. Dan kemudian terdapat banyak kekhawatiran
mengenai lingkungan hidup mengenai pembangunan tembok tersebut, di atas
segalanya dengan semua faktor negatif yang merugikan Jakarta dan kebutuhan
nyata untuk mengurangi tekanan dan beban populasi yang terus meningkat terhadap
kota yang sedang tenggelam, pemimpin saat ini Presiden Indonesia Joko Widodo
membuat pengumuman pada tahun 2019 untuk memindahkan ibukota dari Jakarta untuk
pertama kalinya dan sementara lokasi spesifik dan rencana masih dalam tahap
penyelesaian.
Ibu Kota Negara (IKN)
Ibukota baru akan berjarak hampir
1000 km dari Jakarta di Pulau Borneo. Kalimantan yang merupakan pulau terbesar
ketiga di dunia. Dan itu berarti bahwa ibukota Indonesia akan berada di sebuah
pulau yang berbagi dengan dua negara lainnya di utara, yaitu Malaysia dan
brunei.
Kalimantan sebagian besar
ditutupi oleh hutan hujan berpenduduk jarang, namun memiliki beberapa
keunggulan bagi ibukota baru Indonesia.
Pertama, pemerintah Indonesia
sendiri telah memiliki sebagian besar lahan di sisi perbatasan, sehingga
memudahkan untuk membangun ibukota baru yang terencana dibandingkan dengan
Jakarta. Bencana yang terjadi di sini sangat minim, baik itu berupa banjir,
gempah bumi, tsunami, atau khususnya gunung berapi. Geografi Indonesia
didominasi oleh gunung berapi dan banyak letusan gunung berapi di masa lalu di
seluruh Nusantara merupakan salah satu bencana yang paling merusak sepanjang
sejarah umat manusia.
Dua bencana teratas letusan
gunung berapi paling dahsyat yang pernah tercatat dalam sejarah umat manusia
terjadi di Indonesia, di Krakatau pada tahun 1883, dan di Gunung Tambora pada
tahun 1815. Keduanya menyebabkan kerusakan yang sangat besar. 74 ribu tahun
yang lalu, gunung berapi super volcano tobang meletus di Sumatera dan sangat
merusak sehingga letusan ini diakui sebagai salah satu letusan gunung
terdahsyat di bumi dan memusnahkan sebagian spesies manusia.
Saat ini setidaknya terdapat 127
gunung berapi aktif di seluruh negeri dan lebih dari 5 juta penduduk Indonesia
tinggal di dalam zona bahayanya di sekitar lereng gunung berapi. Tetapi jika
kita perhatikan di peta tidak ada gunung berapi aktif besar di Kalimantan, yang
dari sudut pandang risiko membuatnya jauh lebih aman bagi ibukota negara untuk
berlokasi di sana dibandingkan di Jawa atau Sumatera. Dan akhirnya Kalimantan
secara geografis terletak hampir persis di tengah-tengah seluruh kepulauan
Indonesia dan terdapat beberapa kawasan kota berkembang di dekat lokasi yang diusulkan
dan akan terus berkembang pesat seiring berjalannya waktu seperti Balikpapan,
Samarinda, dan Tenggarong.
Secara total Indonesia berharap
untuk menciptakan wilayah ibukota baru di Kalimantan yang akan mencakup wilayah
darat seluas 252.600 hektar dan wilayah laut mencapai luas 69.769 hektar.
Harapan Presiden Widodoh bahwa pada akhirnya ibukota baru ini akan menjadi
rumah bagi 1,4 juta pegawai pemerintah dan keluarga mereka yang berpotensi
menjangkau populasi lebih dari 7 juta orang dengan beberapa desain futuristik
yang telah dipilih untuk masa depan yang lebih baik, gedung-gedung pemerintah
yang penting seperti Istana Kepresidenan dan yang lainnya, perkiraan total
harga untuk membangun ibukota negara baru sekitar 466 triliun rupiah. Namun,
terdapat banyak penundaan dalam proyek yang disebabkan oleh kondisi pandemi Covid-19
pada saat itu yang harus jadi prioritas pemerintah, pemotongan anggaran dan
tekanan-tekanan lainnya yang kian meningkat.
Pembangunan IKN pasti akan
mendapat banyak tantangan selama beberapa tahun kedepan. Namun, tujuan dan
harapannya tidak lain untuk mendorong jutaan orang menuju kehidupan yang lebih
baik di ibukota yang baru. Dan kita berharap pada alam dengan segala usaha menjaga
ekosistem karena ekosistem yang baik akan memiliki kemampuan untuk pulih lebih
cepat daripada yang kurang baik. Bila kondisi ekosistem kurang baik, mengalami
gangguan, ekosistem akan dapat berubah secara total dan tidak akan pernah
kembali pada struktur semula. Seperti itulah yang akan terjadi di Jakarta saat
ini.