Suatu ketika di sebuah desa
kecil yang berada di dekat sebuah danau yang indah, seorang pemuda mendatangi
tempat sewa alat memancing, sebab ia tidak memiliki uang atau pun menawarkan hal
yang cukup menarik kepada si penyewa, yaitu dia akan membayar sewa pancing itu
dengan dua kilo ikan nanti sore sepulang ia memancing dari danau dan jika dia
tidak mendapatkan ikan itu, dia akan membayar sewa alat itu sesuai ketentuan, pemuda
itu tidak menyangka jika keputusannya kali ini akan membawanya kepada kejadian
sekaligus pelajaran yang tidak akan pernah ia lupakan.
Rio, nama pemuda itu, di hari
yang cerah itu, setelah mendapatkan alat pancing yang ia butuhkan, ia pun
segera mencari umpan dan menyiapkan sedikit bekal dalam perjalanan menuju
danau. Dari kejauhan, dia melihat seorang bocah tengah bermain dengan melempar
batu-batu kecil ke sungai samar-samar, dia juga mendengar suara burung kenari
yang indah dua hal yang cukup lumrah di desa yang asri ini. Penasaran dengan
suara burung itu Rio pun mencoba mencari tahu dari mana asalnya. Ia terus
mendongak sambil berjalan hingga hal diluar dugaannya pun terjadi karena terus
mendongak dan tidak memperhatikan jalan.
Ia pun tanpa sengaja menabrak
bocah yang sedang bermain batu tadi hingga bocah itu terjatuh ke sungai yang
cukup dalam. Dengan penuh rasa panik, Rio pun segera menolong anak itu dan
beruntungnya masih bisa terselamatkan meski keadaan bocah itu tidak terlihat
baik, beberapa kawan bocah itu datang menghampiri mereka lalu untuk
menghilangkan tuduhan, ia pun menceritakan kejadian palsu jika anak itu
terpeleset ke sungai dan dia telah menolongnya. Hingga ia pun menyuruh para
bocah itu mengantar temannya yang masih linglung pulang ke rumahnya dengan
penuh penyesalan atas kecerabahannya berjalan dan cerita palsu itu, Rio pun
mengutip sebuah batu dari tumpukan batu yang dipakai anak Malang tadi, bermain
dan menyimpannya keda saku sebagai bentuk penghormatan kepada si bocah yang
telah ia celakai.
Perjalanannya menuju danau kini
dipenuhi kegelisahan dan tidak bisa lagi dia nikmati, belum lagi ia harus
mendapatkan ikan yang banyak untuk membayar sewa pancing yang ia bawa.
Sesampainya di danau, ia pun
mencari spot pemancing yang bagus, beberapa lama berkeliling, ia pun menemukan
hal yang membuatnya cukup girang. Di sebuah sudut danau, ia melihat kakek Miguel
tengah memancing. Seorang kakek yang terkenal sangat ahli dalam memancing,
mulai dari spot bagus hingga umpan yang ampuh untuk ikan di danau itu sudah
iaya hafal betul. Lebih dari itu, kakek Miguel adalah orang yang sangat
dihormati para penduduk desa sebab kebijaksanaannya tanpa berlama-lama, Rio pun
segera duduk di samping kakek Miguel dan menyampaikan niatnya untuk ikut
memancing di spot itu yang kemudian disambut hangat oleh si kakek.
Menyelesaikan obrolannya, Rio pun
memancing dengan hening dia lebih banyak melamun dan terlihat gelisah. Kake Miguel
yang melihat itu pun menyapa Rio dan menanyakan apa yang terjadi. Rio yang
sebelumnya juga mengenal kakek Miguel menceritakan semuanya dari awal dia
menyewa pancing bersyarat.
Kemudian saat dia menabrak anak
kecil hingga terjatuh ke sungai, cerita palsu atas kecelakaan itu hingga batu
yang ia simpan di sakunya sebagai penghormatan kepada si bocah yang telah ia
celakai. Semua itu membuatnya terus gelisah dan tidak bisa tenang. Kakek Miguel
tersenyum tipis mendengar cerita dari anak muda itu. “Rio, dengarkan kakek”,
ucapnya kemudian untuk mendapatkan keterangan dan bahagia, “kita harus
menikmati momen saat ini, sejenak melupakan masa lalu dan tidak memikirkan masa
depan. Banyaknya benda yang kamu bawa telah membuatmu sulit menikmati keadaan
saat ini. Batu itu akan mengingatkanmu akan kesalahanmu di masa lalu karena
telah mencelakakan anak kecil itu, dan pancing itu akan membuatmu terus
memikirkan masa depan. Kamu akan terus gelisah tentang apakah kamu akan
mendapatkan cukup ikan untuk membayar sewa pancing itu.”
Rio terdiam sejenak dan menyerap
kata-kata si kakek, dia mulai mengerti namun mengajukan sebuah pertanyaan. “Lalu
apa yang harus saya lakukan dengan batu dan pancing ini? Kek.”
“Lupakan tentang batu itu dan
jangan pikirkan tentang sewa pancing itu,” mengerti semua yang diucapkan kakek
Miguer. Setelah menarik nafas dalam dan menghembuskannya. Rio pun melempar batu
kecil itu sekuat tenaga, jauh ke tengahah danau, memasang umpan ke kail
pancingnya dan menikmati setiap tarikan ikan yang menyambar umpannya. Siang itu,
Rio tidak lagi terjebak pada penyesalan di masa lalu dan kegelisahan tentang
masa depan, dia benar-benar menikmati momen memancingnya bersama kakek Miguel.
Hingga tak terasa hari telah
beranjak sore, ikan yang Rio dapat kurang lebih dua kilo, Rio tetap senang
meski tidak dapat membawa pulang ikan lebih setidaknya itu sudah cukup untuk
membayar sewa pancing yang ia bawa. Namun tak disangka.
Saat mereka berdua hendak pulang,
kakek Miguel menyapa pemuda itu. “Bawalah ikan yang kakek dapat ini pulang, Sisakan
setengahnya untuk bocah yang kamu tabrak tadi pagi dan sampaikan salam kakek
kepadanya. Dan ini sekalian kakek punya banyak pancing di rumah. Bawalah satu
untuk kamu pakai,” ucap si kakek sambil menyerahkan sekattung penuh ikan dan
sebuah pancing yang masih bagus. Rio pun dengan girang menerima pemberian kakek
Migel. Tak disangka, semua kegelisahannya hari ini telah sirna. Terima kasih
kepada kakek Miguel yang bijaksana atas pelajaran dan kebaikan hatinya.
Teman-teman sebagaimana yang
dialami Rio dalam kisah ini, kita seringkali terjebak dalam penyesalan di masa
lalu dan kegelisahan tentang masa depan yang dimana itu semua akan merenggut
ketenangan dan kebahagiaan kita. Sering pula kita menyimpan hal atau benda yang
menjurus kepada kedua hal itu, seperti benda atau foto tentang masa lalu yang
pahit hingga merasa tidak berguna karena tidak memiliki persiapan untuk masa
depan. Untuk mendapatkan keterangan dan kebahagiaan, cobalah untuk singkirkan
sejenak tentang kedua hal itu dan nikmati momen saat ini tanpa beban tentang
masa lalu dan masa depan.