Kisah Perjuangan Sony Walkman

 


Sony Walkman adalah perangkat musik portable yang merevolusi industri musik hingga hari ini. Bahkan gara-gara walkman. Steve Jobs dapat inspirasi untuk menjadikan Apple seperti Apple hari ini. Tapi tahukah kamu bahwa manajemen Sony sempat menolak kehadiran Walkman, Juga tentang walkman yang nggak laku terjual di awal peluncurannya. Lalu apa yang terjadi? Apa yang membuat Walkman jadi sukses?

Bagian I | Impian Masaru Ibuka

Masaru Ibuka adalah salah seorang pendiri Sony yang berperan menumbuhkan Sony sebagai perusahaan teknologi inovatif. Pada akhir tahun 1970 an Sony sudah bisa menjadi prosen alat-alat canggih di zamannya, seperti radio transistor, televisi berwarna, dan perekam kaset portable. Tapi bagi Ibuka, sukses itu belum seberapa, sebab baginya Sony masih banyak kekurangan. Salah satu kekurangan itu karena Sony belum bisa membuat sebuah perangkat canggih yang kecil dan ringan yang membantu orang-orang bisa mendengarkan musik sambil bergerak kemana-mana. Sebagai pencinta musik Ibuka sangat memimpikan kehadiran alat seperti itu supaya gampang dibawa kemana-mana. Sebelumnya, ketika bepergian naik pesawat misalnya Ibuka terpaksa menenteng Sony TCD 5.

Sebagai perekam stereo portable. Sebenarnyabelnya TCD 5 udah canggih, sayang ukurannya terlalu besar dan berat. Jadi ribet kalau dibawa kemana-mana.

Sebetulnya di masa itu sudah ada pita kaset yang dibuat dan diperkenalkan oleh Phillips Elektronik pada tahun 1963 dan dipatenkan pada tahun 1965. Tapi waktu itu pita kaset hanya dipakai untuk merekam suara. Sedangkan untuk merekam dan mendengarkan musik, orang-orang masih menggunakan piringan hitam atau vinyl.

Sony sendiri sudah memproduksi pita kaset perekam suara portable seperti Sony Presment. Alat itu tergolong canggih karena orang-orang bisa merekam suara tanpa harus ke studio. Sayangnya, presmen hanya dipakai untuk merekam audio, bukan untuk memperdengarkan musik.

Oleh karena itu Ibuka ingin sekali merancang perangkat pemutar musik yang portable, yang praktis, yang canggih. Dia percaya Sony bisa memproduksinya, Gagasan itu mendapat dukungan dari co founder Sony lainnya yaitu IQ Morita. Mereka kemudian rajin berdiskusi dan bersepakat mendorong Sony memproduksi perangkat impian Ibuka.

Bagian II | Selalu Ada Jalan

Sayangnya Ibuka tidak dapat dukungan dari ekselutif Sony lainnya, Banyak diantara mereka yang skeptis dengan idenya itu mereka ragu, apa iya ada pasarnya. Mereka berpikiran bahwa pasar lebih membutuhkan alat multifungsi dan bukan hanya pemutaran musik aja. Namun percayalah bagi seorang inovator akan selalu ada jalan. Perlahan Ibuka mulai dapatkan dukungan dari para insinyur muda di Sony, khususnya yang dipimpin oleh Kuroki Yasu yang belakangan dikenal sebagai Mr. Workman. Mereka adalah orang-orang divisi bisnis Perekam Kaset yang dipimpin oleh Puzo Osonni yang pada tahun 1978 mendesain dan memproduksi presment versi Stereo.

Tapi karena tidak dapat dukungan dari manajemen maka proyek Ibuka tidak masuk ke dalam daftar pengembangan produk divisi perekam kaset. Juga enggak ada blueprint yang detail dan rencana komersialnya. Meskipun begitu, para insinyur muda itu tetap antusias menggarapnya dengan perasaan nothing to loss. Mereka hanya didorong rasa penasaran dan semangat untuk menciptakan sesuatu yang baru. Apalagi tantangannya adalah mengecilkan ukuran komponen elektronik tanpa mengorbankan kualitas suara. Mereka harus berinovasi untuk mengembangkan motor yang lebih kecil dan juga ringan, namun tetap stabil dalam memutar kaset sehingga suara yang dihasilkan tetap jernih dan tidak mengalami distorsi, Itu jelas nggak mudah.

Bagian III | Tidak Sesuai Harapan

Berbekal teknologi yang telah diterapkan pada Sony Prescement, akhirnya sebuah prototype berhasil dibuat. Warnanya biru dengan casing-nya terbuat dari logam, panjangnya sekitar 6 inch dan lebarnya 3 setengah inci sehingga gampang dipegang, bisa disematkan di sabuk atau bahkan digantung di leher. Prototaipe itulah yang dipegang Akiomorita ketika pada Februari 1979, dia berbicara tentang visi revolusioner di hadapan rekan-rekannya di markas besar Sony. Sambil mengacungkan Prototaipe itu Morita mengatakan, “ini adalah produk yang akan memuaskan kaum muda yang ingin mendengarkan musik sepanjang hari, mereka bisa membawanya kemana-mana dan mereka tidak akan peduli tentang fungsi rekaman.”

Sementara itu Presiden Sony Kazuo Iwama mengingatkan supaya perangkat itu segera diberi nama. Lalu muncul usulan nama Soundabot dan ada juga yang usul nama Sto Way. Lalu Oh Sone mengusulkan nama Walkman yang terinspirasi dari nama Pressman. Akhirnya nama Walkman yang dipilih karena terdengar mudah diingat dan memiliki daya tarik yang unik.

Meskipun namanya sudah menarik, tetapi mereka belum yakin Warkman bisa menarik minat kaum muda. Masalahnya, karena headphonenya berat dan ukurannya terlalu besar, jelas itu enggak praktis dan mengganggu. Untungnya, insinyur Sony dari divisi lain sudah merancang headphone berukuran kecil yang dilengkapi busa lembut sehingga nyaman dipakai. Headphone seberat 50 gram itulah yang kemudian dipakai sehingga wolkman terasa lebih nyaman dan juga modis.

Akhirnya pada tanggal 22 Juni 1979 Wakman diluncurkan dalam sebuah konfrensi pers di Yoyogi Park. Tokyo, para jurnalis yang hadir mendengarkan paparan produk melalui Wolkman. Mereka dipertontonkan demo tentang sepasang anak muda Jepang yang bersepeda tandem sambil mendengarkan musik pakai Walkman. Demo itu ingin menunjukkan betapa praktisnya dan nyamannya Walkman. Sayangnya, keberhasilan peluncuran Walkman berjalan anti klimaks sebab hanya terjual sekitar 3000 unit sebulan setelah diluncurkan. Jelas ini mengecewakan karena awalnya diperkirakan Walkman bisa terjual setidaknya 5000 unit per bulanlannya.

Bagian IV | Taktik Cerdik Sony

Kurang lakunya Walkman di awal peluncuran adalah realita pahit yang sulit diterima. Tapi tantangan-tantangan seperti itulah yang membuat perusahaan seperti Sony bisa tumbuh besar. Mereka enggak pantang menyerah dan tidak berhenti memutar otak untuk mendapatkan cara-cara kreatif supaya produklmereka lebih bisa diterima masyarakat konsumen. Sony kemudian menggebrak dengan meluncurkan kampanye pemasaran yang unik dan sangat berbeda dari biasanya. Mereka merenjurkan pasukan pemasaran khusus ke jalan-jalan di Tokyo. Mereka diperintahkan mereka mendekati anak-anak muda dan langsung membujuk mereka setelah memberi kesempatan kepada mereka untuk merasakan sendiri sensasi walkman.

Berikutnya Sony melancarkan promosi besar-besaran dengan melibatkan para selebriti internasional disa yang tepat. Sonny juga melancarkan sebuah trik unik dengan menciptakan situasi seolah-olah produk mereka langka di pasar. Akibatnya, para turis dan karyawan maskapai penerbangan saling berebut membeli walkman. Pasar jadi heboh dan publik jadi tertarik. Anak-anak muda Tokyo sampai dibuat penasaran dan tergoda untuk ikutan berburu. Tidak butuh waktu lama kemudian anak-anak muda itu menjadikan walkman sebagai sebuah simbol status yang keren dan wajib dimiliki. Bahkan kemudian berkembang anggapan bahwa anak muda yang memakai walkman adalah anak muda yang ubsudate dan workman menjadi aksesoris penting dalam gaya fashion mereka.

Taktik dan semua trik promosi seperti itu membuahkan hasil yang memuaskan. 2 juta unit walkman ludes terjual hanya dalam waktu 1 setengah tahun, dan cuma itu tidak berhenti bertambah. Sampai-sampai Koranike Sang Simbon pada April 1980 mengatakan bahwa “Produksi walkman mencapai 20.000 unit per bulanlannya. Yang itu tetapte aja nggak cukup untuk memenuhi permintaan. Sebab dalam tempo 7 bulan, 140.000 unit walkman terjual tanpa sisa.” Sukses tersebut ternyata belum seberapa jika dibandingkan sukses mereka di tahun-tahun berikutnya. Sebab, 1 dekade kemudian Sonny berhasil menjual 50 juta unit walkman di seluruh dunia dan terus naik hingga 150 juta unit di tahun 1995.

Reputasi yang dicapai walkman bukan cuma soal angka penjualan yang fantastis, tapi juga revolusi yang digerakkannya. Walkman benar-benar mampu mengubah cara orang-orang mendengarkan musik. Coba aja bayangkan sebelum ada walkman, musik cuma bisa didengar secara statis di rumah, di kantor, atau di ruang-ruang public tertentu. Tapi dengan memakai walkman, siapapun bisa menikmati musik sambil jalan kemana saja dan kapan saja, atau bahkan sambil ngerjain apa saja. Itulah pengalaman yang benar-benar baru, Pengalaman yang membuai dan mengasyikkan bagi siapapun.

Kebiasaan baru itu melahirkan istilah wolkman effect yang merujuk pada fenomena perubahan signifikan dalam interaksi sosial dan budaya masyarakat. Walkman telah membuat siapapun pemakainya bisa merasakan dan menikmati kenyamanan ruang pribadi di tengah-tengah keramaian. Tidak peduli lagi apakah di dalam bis, dalam kereta, atau lagi berjalan di tempat ramai. Dengan memakai Walkman, kita bisa menikmati dunia sendiri. Sukses Walkman membuat Steve Jobs terinspirasi. Ia pun bergegas ke Jepang, sampai akhirnya Jobs memperoleh Walkman langsung dari Akio Morita, salah satu pendiri Sony. Tapi Jobs enggak segera mencobanya untuk mendengarkan music, Dia langsung membongkarnya.

Dia penasaran bagaimana Walkman bekerja sehingga dengan teliti dia perhatikan semua elemen Walkman karena dia benar-benar penasaran gimana sebuah perangkat teknologi bisa dibuat sebetu, ringkas dan fungsional. Steve Jobs memang pengagum Sony seperti yang diungkapkan oleh John Sculley, yang menggantikan Jobs sebagai Sea wepple. Sculley mengatakan bahwa “Jobs ingin Apple menjadi seperti Sony, bukan seperti IBM atau Microsoft, karena Jobs ingin agar Apple bisa menciptakan produk-produk elegan dan berpengaruh layaknya Sony.”

Pandangan itulah yang kemudian mendasari Jobs dalam mengembangkan produk-produk Apple di kemudian hari. Termasuk ketika pada tahun 2001 Apple berhasil memunculkan IPOD sebagai perangkat yang mengubah lagi cara orang mendengarkan musik setelah pita kaset ditinggalkan. Memang ipod bukan alat pemutar musik digital pertama, tapi desainnya lebih menarik, nggak seperti produk pesaingnya yang dipenuhi tombol dan fitur yang rumit. Desain ipod minimalis dengan lapisan plastik Browsen yang elegan dan bobotnya ringan. Selain itu, melalui I tune Software pelengkap ipod, pelanggan sangat dipermudah untuk membeli, mengunduh, dan menikmati musik digital yang diinginkannya.

Bagian V | Tiga Pelajaran Penting

Kisah sukses workman sebagai produk inovatif memberikan pelajaran penting bagi kita. Pertama, jangan heran kalau suatu ketika ide bagus kita ditolak oleh atasan juga. Jangan sampai penolakan itu membuat kita patah arang, apalagi frustasi. Ingat bahwa bisa jadi mereka adalah orang-orang lama yang menjadikan masa lalu sebagai referensinya. Jadi, wajar kalau mereka tidak bisa melihat dan memahami ide-ide visioner masa depan. Jadi, kembangkan terus ide-ide Anda dengan visi yang kuat serta didukung penuh dengan keyakinan dan juga kerja keras. Bangun ide Anda itu dan tunjukkan pada mereka. Karena bagi mereka seeing is beliving. Mereka harus lihat dulu barangnya, baru bisa percaya.

Yang kedua kita lihat bahwa produk bagus yang revolusioner pun belum tentu bisa langsung diterima konsumen kita. Jadi ingat teori difusi inovasi yang dikembangkan oleh EM Roges di tahun 60 an yang mengatakan bahwa inovasi yang baru diluncurkan hanya akan diadopsi oleh dua setengah persen dari target populasi yang disebut dengan inovetes. Selanjutnya akan dibawa dan diterima oleh Elie Adopter sebanyak 13,5 persen. Itupun kalau kita beruntung dari situ, kebanyakan produk inovatif terperosok jatuh ke jurang yang menghambatnya lebih banyak diadopsi.

Kita perlu marketing yang baik karena marketing bukan hanya sebatas mampu memperkenalkan dan membangun rasa penasaran konsumen, tapi mampu menciptakan dorongan emosional yang kuat. Untuk membeli, marketing bisa membawa sebuah inovasi masuk ke early a dopter bahkan sampai ke early dan late majority. Syaratnya, lakukan dengan strategi dan taktik yang tepat. Ingat bahwa inovasi tidak bisa dipisahkan dari marketing karena keduanya ibarat sepasang kaki yang harus diayunkan seirama.

Yang ketiga kita diingatkan bahwa perjalanan memperjuangkan produk inovatif adalah jalan terjal yang berliku. Tidak semua orang akan langsung mendukung dan karena itu di awal belum tentu laku. Ketika itulah kita perlu terus bergerak, belajar dan mencari dukungan sambil membuka mata dan telinga lebar-lebar. Dengarkan semua masukan dan terima semua fakta lapangan yang bahkan tidak sesuai dengan harapan kita. Semua itu mengandung pelajaran penting yang akan membuat produk inovatif kita bisa diterima masyarakat yang lebih luas. Selebihnya panjatkanlah doa, semoga Allah mudahkan jalan kita.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama